Jakarta (ANTARA News)- Pernah terjadi seorang pendeta sempalan dan segelintir jemaatnya membakar Al Qur'an di jalan dan mereka tidak lupa merekamnya. Aksi mereka tidak pernah dipedulikan.
Kejadian itu berlangsung pada 2008, melibatkan umat dari Gereja Westboro Baptist di Topeka, Kansas, Amerika Serikat, (AS).
Mereka memang terkenal sebagai kelompok fundamentalis yang dikecam semua pihak karena berbagai aksinya, termasuk menggelar protes dalam upacara pemakaman militer.
Kini, rencana yang sama, yang dipimpin seorang pendeta lain bernama Terry Jones, justru menarik perhatian media seluruh dunia.
Dan perhatian itu memuncak, Kamis (9/9), setelah ia memutuskan untuk membatalkan, meski kemudian mengatakan cuma menunda, apa yang disebutnya 'Hari Pembakaran Al Qur'an Sedunia'.
Jones yang tadinya akan beraksi di Gainesville, Florida, AS, menggembar-gemborkan rencana itu di tengah serunya kontroversi tentang rencana pembangunan pusat komunitas Islam di Lower Manhattan, dekat 'ground zero' yang kemudian mengundang perdebatan sepanjang musim panas, membahas kebebasan berbicara dan beragama.
Jones bisa menempatkan dirinya di tengah menghangatnya isu itu karena jeda musim panas di AS dan memanfaatkan sirkulasi berita 24 jam untuk menyebarkan pemikirannya yang anti-Islam.
Ia mengatakan telah melayani lebih dari 150 permintaan wawancara dari Juli sampai Agustus, dan menggunakan kesempatan itu untuk menunjukkan pandangan ekstrimnya terhadap Islam dan Hukum Syariah.
Dalam minggu ini, rencana pembakaran Al Qur'an telah menjadi berita terpanas pada sejumlah berita dan topik nomor satu di jaringan televisi berita, tingkat perhatian yang sangat tinggi untuk tokoh pinggiran dengan jumlah pengikut yang sangat sedikit.
Presiden Obama, Kamis (9/9), mengutuk rencana Jones itu dan Juru Bicara Gedung Putih, Robert Gibbs mengatakan "orang yang menghadiri jumpa pers ini lebih banyak dari pada mereka yang mendengarkan kotbahnya."
Rencana Jones, yang diluncurkan bulan Juli perlahan-perlahan mendapat perhatian pada Agusutus, terutama di luar AS.
Ikhtiar itu jadi berita besar di AS pekan ini setelah terjadi aksi demonstrasi di Afghanistan dan Panglima Perang AS sekaligus NATO, Jenderal David H. Petraeus, memperingatkan bahwa pembakaran Al Qur'an akan membahayakan prajurit AS di Afghanistan.
"Sebelum terjadinya berbagai kerusuhan dan sebelum para kepala negara berbicara tentang dia, rencana Jones paling-paling hanya muncul beberapa paragraf di selipan berita tentang peringatan serangan 11 September," kata Kathleen Caroll, eksekutif editor Associated Press, Kamis.
"Sekarang tentunya sangat sudah jauh dari itu," ia melanjutkan.
Kejadian ini seolah menjadi puncak dari segala ungkapan dan aksi kebencian dari Jones serta umatnya yang cuma segelintir itu.
Jones mulai membuat keributan Gainesville pada musim panas 2009, ketika ia memasang semacam papan reklame di luar gerejanya yang menghujat Islam.
Surat khabar The Gainesville Sun, yang dimiliki oleh The New York Times Company, menulis tentang aksi itu dengan judul "Slogan Anti-Islam Telah Membuat Warga Sangat Marah".Kepada surat kabar itu, Jones berjanji tidak cuma berhenti sampai di situ.
Surat kabar itu tidak lama kemudian menulis berita investigasi tentang yang mereka sebut 'pelecehan finansial' dari gereja itu, seperti penjualan perabotan gereja melalui laman belanja online, Ebay.
Aksi jemaat gereja itu terus berlangsung . Musim gugur lalu beberapa anak kecil, anggota gereja itu mengenakan kaos anti-Islam ke sekolah.
Pristiwa itu kemudian diliput oleh The Gainesvilee Sun, yang kemudian dikutip oleh The Associated Press dan disiarkan kembali oleh The USA Today dan Al Arabiya,sebuah jaringan berita berbahasa Arab.
Orang-orang dengan kaos anti-Islam yang sama kadang-kadang juga terlihat di kampus University Of Florida di Gainesville, kata Fiona Mc Laughin, seorang profesor di universitas itu yang kemudian membuat kaos tandingan bertuliskan "Kebodohan berasal dari iblis".
"Gereja itu tidak pernah berhenti dengan aksinya sejak memasang slogan itu," kata Jacki Levine, salah seorang editor The Gainesville.
"Kami bekerja dengan sangat hati-hati," kata Levine berusaha menjelaskan tanggung jawab sosial mereka atas liputan itu.
Akan tetapi Islam bukan satu-satunya sasaran Jones. Ia dan umatnya juga menggelar demonstrasi menentang Graig Lowe, Walikota Gainesville yang baru saja memenangi pemilihan pada April, karena menyatakan secara terbuka bahwa dirinya seorang homoseksual.
Pengumuman Jones tentang rencana pembakaran Al Qur'an pada awalnya hanya mendapat sedikit perhatian dengan hanya diliput oleh sebuah laman web yang bernama 'Religion News Service'.
Artikel tentang rencana itu kemudian berkali-kali dimuat oleh situs besar seperti Yahoo.
Alhasil, akhir Juli kemarin Jones mendapatkan kesempatan untuk tampil di CNN dan penyiar Rick Sanchez menyebut rencananya itu 'sinting' .
Tapi, Sanchez melanjutkan 'setidak-tidaknya Jones memiliki nyali untuk tampil di acara ini'.
Sadar akan berbagai publikasi buruk tentang Gainesville sejak aksi Jones itu, Walikota Lowe kemudian mengeluarkan pernyataan pada 3 Agusutus yang menyebut gereja Jones sebagai "kelompok kecil pinggiran dan sebuah aib bagi komunitas kami."
Para pemimpin media kemudian mengatakan rencana pembakaran Al Qur'an itu menjadi signifikan setelah digelarnya demonstrasi di Afghanistan dan negara muslim lainnya.
Minggu (5/9) lebih dari 500 orang berdemontsrasi di Kabul, Afghanistan sembari membakar gambar Jones.
Selain itu Mc Laughlin bersama 11 professor lainnya menulis untuk sebuah kolom di The Gainesville yang berjudul "The World is Watching" untuk mengutuk rencana Jones. "Kami melihat segalanya semakin memuncak," kata Mc Laughlin.
Kamis (9/9), sebelum Jones mengumumkan pembatalan rencananya itu, Associated Press telah mengungkapkan tidak akan menyiarkan foto-foto Al Qur'an yang dibakar sebagai bentuk komitmen akan kebijakan untuk tidak meliput hal-hal yang "tidak penting untuk memprovokasi dan menyinggung perasaan".
"Banyak gambar-gambar menyinggung yang tidak kami tayangkan selama ini," ucap Carroll. "Banyak orang yang tidak mengetahuinya karena,kami tidak menayangkannya,' Carroll menambahkan.
Sebelum ketegangan ini, CNN dan FOX News mengatakan mereka tidak akan menyiarkan gambar tentang pembakaran Al Qur'an.
Bill Keller, editor eksekutif The New York Times, sempat mengungkapkan bahwa surat kabar mereka "tidak punya kebijakan khusus yang menentang penayangan hal-hal yang mungkin menyinggung orang lain tetapi mereka mencoba untuk menahan diri untuk tidak menyebarluaskan serangan atas orang lain kecuali untuk kepentingan jurnalistik."
"Sebuah gambar dari sebuah buku yang terbakar tidak penting untuk berita tentang pembakaran kitab, sehingga serangan itu tampaknya memang tidak perlu," kata Keller.
"Kebebasan untuk tidak menyiarkan juga termasuk dalam kebebasan penyiaran," tegas Keller. Episode ini telah menginspirasi sebuah proses pencarian jiwa dalam organisasi-organisasi media.
"Saya orang media, saya pikir ceroboh jika media memberi tempat pada aksi pembakaran di Florida ini," tulis Chris Cuomo, pembaca berita pada ABC News, Kamis (9/9).
Sumber : New York Times
(Ber/A038/ART)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010