Jakarta (ANTARA) - Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Sonny Harry B Harmadi mengatakan koordinasi antar wilayah menjadi kunci untuk memperkuat penanganan COVID-19.
"Belajar dari pandemi ini sebetulnya dibutuhkan sekali koordinasi di tingkat provinsi oleh gubernur jadi kalau kita perhatikan kalau misalkan Kudus rumah sakitnya tidak mampu maka seharusnya ada kolaborasi dengan wilayah di sekitarnya sehingga penumpukan pasien itu tidak terjadi di suatu daerah tertentu, siapkan mitigasi sebaik mungkin," kata Sonny dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertemakan Alarm Bahaya Ledakan Gelombang Baru dan Antisipasinya, Jakarta, Rabu.
Menurut dia setiap daerah harus mengeksplorasi dan memperkuat upaya mitigasi termasuk terkait alokasi dan perencanaan sumber daya menjadi sangat penting dalam rangka mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19.
"Koordinasi antar wilayah menjadi salah satu kunci sehingga tidak terjadi kehebohan atau berita yang luar biasa terhadap kasus ini," ujarnya.
Sonny menuturkan jika suatu daerah memiliki banyak ketersediaan tempat tidur atau ruang isolasi pasien untuk COVID-19 di rumah sakit banyak maka bisa membantu menangani pasien dari daerah lainnya yang mengalami ketersediaan tempat tidur semakin menipis karena terjadinya lonjakan kasus COVID-19.
Ia mengatakan menjadi pelajaran bagi semua pihak khususnya satuan tugas daerah dalam penanganan COVID-19 ke depan bahwa ketika kondisi Bed Occupancy Ratio (BOR) atau tingkat hunian tempat tidur di rumah sakit di atas 70 persen, maka harus membuka rumah sakit lapangan untuk penanganan COVID-19.
Baca juga: Satgas COVID-19 antisipasi lonjakan kasus akibat mudik gelombang kedua
Baca juga: Pimpinan Komisi IX DPR cek kesiapan skenario gelombang kedua COVID-19
"Setiap kepala daerah sudah harus punya antisipasi-antisipasi tepat terhadap hal tersebut," tuturnya.
Untuk memutus mata rantai penularan di daerah yang mulai bermunculan kasus COVID-19, maka Satuan Tugas Penangan COVID-19 sudah dan sedang memberlakukan penguncian wilayah secara mikro (micro lockdown) di tingkat RT.
Sonny menuturkan begitu di dalam satu RT, ada lima rumah atau lebih yang memiliki orang dengan konfirmasi positif COVID-19, maka RT tersebut mengalami micro lockdown, di mana diantaranya diberlakukan jam malam yang tidak boleh lebih dari pukul 20.00 WIB, dan orang berkumpul tidak boleh lebih dari tiga orang.
Kemudian, mereka yang terkonfirmasi positif COVID-19 berada di dalam pengawasan dan dukungan bersama sehingga isolasi mandiri bisa dilakukan secara efektif.
"Sehingga partisipasi masyarakat untuk penanganan COVID-19 di level komunitas itu terus membaik dari waktu ke waktu," tuturnya.
Sonny mengatakan sejumlah kegiatan sangat penting dilakukan dalam upaya penanganan dan penanggulangan COVID-19 diantaranya penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro, penyusunan alokasi dan penyiapan sumber daya, upaya mendorong perubahan perilaku, dan kepatuhan protokol kesehatan oleh masyarakat.
Di samping itu, pemerintah daerah juga harus meningkatkan upaya surveilans, pengujian (testing) dan pelacakan, atau penguatan 3T (tes, telusur, tindakan).
Baca juga: IDI ingatkan gelombang kedua lonjakan kasus COVID di Aceh
Baca juga: Gelombang kedua COVID-19 di India yang mutlak dihindari (Indonesia)
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021