Yogyakarta (ANTARA News) - Sejumlah wisatawan mancanegara mengatakan kagum terhadap upacara tradisional grebeg syawal yang diselenggarakan oleh keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
"Saya terkesan dengan prosesi upacara grebeg, terutama keunikan prajurit yang mengawal gunungan tersebut," kata wisatawan asal Austria, Florian, di Yogyakarta.
Menurut Florian keunikan prajurit pengawal gunungan grebeg terletak pada seragam yang digunakan. "Tidak tahu kenapa saya menyukainya, tetapi menurut saya prajurit-prajurit tersebut tampak berwibawa sekaligus bersahaja," katanya.
Ia mengatakan meskipun cuaca Yogyakarta saat upacara grebeg berlangsung sangat terik, dirinya tetap mengikuti prosesi tersebut dari awal hingga akhir.
"Menurut saya masyarakat Yogyakarta dan Indonesia sangat beruntung karena warisan budaya semacam upacara grebeg masih terpelihara dan rutin digelar setiap tahun," katanya.
Sementara itu wisatawan asal Belanda Gabi yang juga menyaksikan upacara grebeg syawal tersebut mengatakan dirinya tertarik terhadap upacara tersebut karena filosofinya yang mendalam.
"Saya banyak membaca buku tentang sejarah Keraton Ngayogyakarta, salah satu yang menarik perhatian saya adalah upacara grebeg karena filosofinya yang mendalam yaitu keteladanan seorang raja yang rela memberikan hadiah kepada rakyatnya," katanya.
Daya tarik lain menurut Gabi adalah meskipun pada upacara tersebut Sri Sultan Hamengku Buwono X tidak terlibat secara langsung, tetapi warga Yogyakarta tetap mengikuti `grebeg` dengan antusias. "Ini membuktikan bahwa rakyat Yogyakarta memiliki kesetiaan yang besar terhadap rajanya," katanya.
Grebeg adalah tradisi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai wujud hajad dalem atau sedekah Sultan kepada rakyatnya yang disimbolisasikan dengan gunungan berisi sayuran, di antaranya kacang panjang, cabai, dan sebagainya.
Ritual grebeg diadakan tiga kali dalam satu tahun, yaitu saat peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, memasuki bulan Syawal, serta pada hari raya Idul Adha.
(U.ANT-158/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010