Magelang (ANTARA News) - Kalangan seniman petani lereng Gunung Merapi, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menabuh gamelan usai salat Idul Fitri 1431 Hijriah, Jumat, sebagai tradisi "Caosan Lebaran".
"Ini tradisi `caosan` atau persembahan petani untuk Tuhan, karena kami telah menjalani puasa Ramadhan dan kemudian merayakan Lebaran," kata pimpinan Padepokan "Tjipto Boedojo Tutup Ngisor", Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Sitras Anjilin, di Magelang, Jumat.
Ia mengatakan, tradisi sejak padepokan tersebut didirikan pada 1937 oleh almarhum Romo Yososudarmo itu juga sebagai wujud penghormatan petani setempat kepada para leluhur.
Mereka memiliki empat wajib pentas kesenian tradisional setiap tahun, yaitu wayang orang dan menabuh gamelan yakni saat Lebaran hari pertama, tahun baru dalam kalender Jawa, Suro, peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW, dan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI.
Sebelum mereka menabuh gamelan Lebaran itu, masyarakat Dusun Tutup Ngisor, Desa Sumber, di lereng barat Gunung Merapi itu, menggelar bancakan di rumah kepala dusun setempat, Harto Utomo.
Petani setempat terutama para lelaki yang sebagian mengenakan pakaian adat Jawa dan lainnya berpakaian islami membawa wadah dari anyaman bambu berisi nasi, lauk pauk, dan sayuran ke rumah kadus setempat itu.
Seorang pemuka warga setempat, Danuri, memimpin doa bancakan Lebaran tersebut selama beberapa saat.
Sejumlah seniman petani setempat berpakaian adat Jawa yakni surjan, kain "bebet", dan belangkon, berjalan dari rumah masing-masing menuju pendopo padepokan itu untuk menabuh gamelan yang tertata di depan panggung utama setempat.
Ia mengatakan, mereka menyuguhkan sejumlah tembang Jawa klasik karya para pujangga keraton pada masa lalu antara lain gending "Sri Wilujeng", "Subokastowo", "Sri Kacariyos", "Sri Rejeki", "Sri Dandang", "Asmaradana", "Kutut Manggung", "Sri Katon", Puspowarna", dan "Pangkur"
"Berbagai tembang Jawa klasik itu antara lain bertutur tentang permohonan keselamatan pada masa mendatang, persembahan menghadap Tuhan, cerita tentang keraton sebagai pusat kebudayaan, permohonan rezeki, tolak balak, keindahan, dan penghormatan terhadap raja atau pemimpin," katanya.
Tabuhan gamelan "Caosan Lebaran" itu berlangsung selama dua jam sejak sekitar pukul 08.30 hingga 10.30 WIB. Mereka kemudian halal bihalal.
(M029/s018)
Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010