Massa dari IANFU pun menggelar aksi teaktrikal di Kedutaan Besar Jepang Jalan MH. Thamrin dan depan Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat pada Selasa.
"Kami dari Indonesia Antinuklir Fukushima menggelar aksi kepada Pemerintah Jepang terkait adanya pembuangan limbah, karena pembuangan limbah ke laut tersebut akan merusak ekosistem di Laut Pasifik," kata Koordinator Lapangan aksi IANFU Zaki.
Menurut Zaki, pembuangan limbah berbahaya tersebut sudah pernah terjadi di Jepang dalam kasus Minimata, Kumamoto, yang mengakibatkan anak-anak terlahir cacat dan kematian warga akibat terpapar limbah logam berat merkuri di peraian Jepang tahun 1956.
Tercatat sebanyak 2.000 orang dari total 10 ribu korban mendapatkan ganti rugi akibat kasus pencemaran laut di Minimata.
Oleh karena itu, rencana pembuangan limbah pendingin reaktor nuklir Fukushima ke Luat Pasifik harus dihentikan karena akan sangat berbahaya bagi keselamatan manusia dan ekosistem laut Pasifik, termasuk keanekaragaman hayati di laut.
Zaki mengharapkan Pemerintah Indonesia sebagai negeri maritim harus mengambil sikap dengan melayangkan keberatan serta penolakan terhadap rencana Pemerintah Jepang.
"Negara kita ini negara maritim yang lautannya sangat luas sekali. Jarak dari Jepang ke Indonesia memang jauh, tapi limbah yang dibuang ke laut akan berdampak pada mata pencaharian nelayan Indonesia," tutur Zaki.
Zaki menegaskan aksi penolakan pembuangan limbah ini akan terus berlanjut jika tidak ada langkah tegas dari Pemerintah Indonesia.
Baca juga: Hari Laut, DFW: Perekonomian global tidak akan ada tanpa laut
Baca juga: ACB: Konsensus 30 persen konservasi laut ASEAN menguat
Baca juga: Kemarin, Hari Perempuan Sedunia hingga pengakuan Setnov soal kecelakaan
Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Taufik Ridwan
Copyright © ANTARA 2021