Srinagar, India (ANTARA News/AFP) - Polisi di Kashmir India hari Rabu menangkap seorang tokoh separatis yang beberapa bulan ini memimpin protes-protes di wilayah yang berpenduduk mayoritas muslim itu, yang menyulut demonstrasi keras.
Syed Ali Geelani, ketua sebuah kelompok garis keras dalam aliansi separatis utama, mengatakan kepada wartawan di Srinagar sebelum ia dibawa oleh polisi bahwa "perjuangan untuk mencapai kemerdekaan dari India akan terus berlangsung".
Pasukan pemerintah berusaha mengendalikan demonstrasi keras yang berlangsung hampir tiga bulan yang dilakukan muslim di Kashmir setelah pembunuhan seorang remaja yang berusia 17 tahun oleh polisi pada 11 Juni.
Sebanyak 69 pemrotes dan warga tewas, sebagian besar oleh aparat keamanan yang menembakkan peluru amunisi ke arah massa pemrotes setelah mereka melemparkan batu.
Pengaruh Geelani yang berusia 80 tahun menguat oleh kerusuhan-kerusuhan yang mematikan, dan massa berdatangan ke jalan di bawah komandonya untuk membangkang larangan keluar rumah yang diberlakukan pihak berwenang.
Pekan lalu ia berjanji meningkatkan protes setelah hari raya Idul Fitri yang menandai akhir dari bulan suci Ramadan pada Jumat atau Sabtu di India.
Polisi mengatakan, pemimpin separatis itu ditangkap karena "melanggar perdamaian dengan menyerukan demonstrasi dan pemogokan protes berulang kali".
Pendukung Geelani menanggapi penangkapan itu dengan melakukan demonstrasi keras anti-India di Srinagar dan kota-kota lain di Kashmir, kata polisi dan saksi.
Demonstrasi anti-India meningkat tajam di Kashmir sejak seorang remaja laki-laki yang berusia 17 tahun tewas setelah terkena tembakan gas air mata polisi pada 11 Juni.
Setiap kematian sejak 11 Juni menyulut kekerasan lebih lanjut meski telah ada seruan agar tenang dari Menteri Besar Kashmir Omar Abdullah. Pemuda dan remaja seringkali termasuk diantara demonstran yang melemparkan batu ke arah pasukan keamanan selama pawai.
Separatis Kashmir mengadakan pawai secara rutin, yang seringkali berbuntut kekerasan, sejak 2008. Banyak pemrotes tewas dalam pawai sejak itu, sebagian besar akibat tembakan polisi.
Kekerasan di Kashmir turun setelah India dan Pakistan meluncurkan proses perdamaian yang bergerak lambat untuk menyelesaikan masa depan wilayah tersebut.
Perbatasan de fakto memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan, dua negara berkekuatan nuklir yang mengklaim secara keseluruhan wilayah itu.
Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.
Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.
Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.
New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri.
Serangan-serangan pada 2008 di Mumbai, ibukota finansial dan hiburan India, telah memperburuk hubungan antara India dan Pakistan.
New Delhi menghentikan dialog dengan Islamabad yang dimulai pada 2004 setelah serangan-serangan Mumbai pada November 2008 yang menewaskan lebih dari 166 orang.
India menyatakan memiliki bukti bahwa "badan-badan resmi" di Pakistan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan-serangan itu -- tampaknya menunjuk pada badan intelijen dan militer Pakistan. Islamabad membantah tuduhan tersebut.
Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan, Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan terhadap parlemen India pada 2001. Namun, juru bicara Lashkar membantah terlibat dalam serangan tersebut.
India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut penangkapan serta ekstradisi mereka.(*)
(Uu.M014/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010