Samarinda (ANTARA News) - Polemik tentang fatwa rokok kata Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) samarinda, KH. Zaini Naim tidak perlu diperdebatkan. "Masalah rokok haram atau makruh tidak perlu diperdebatkan. Terserah keyakinan ummat, jika menganggap rokok itu haram silahkan, namun jika ada yang meyakini hukumnya makruh itu hak mereka,"ungkap KH. Zaini Naim dikonfirmasi, Rabu. KH. Zaini Naim yang juga sebagai Komisi Fatwa MUI mengakui, masalah rokok merupakan persoalan khilafiah sehingga harus meminta pendapat ulama. "Karena pada zaman nabi rokok belum ada, serta secara eksplisit dalam Alquran juga tidak diatur secara tegas, sehingga masalah itu sebagai khilafiah yang harus meminta pendapat MUI," katanya. "Menurut saya, jika tidak ditemukan dalil bersifat umum maka harus dicari dalil bersifat khusus. Namun, keputusan akan fatwa rokok haram atau makruh akan dibicarakan pada pertemuan MUI se-Indonesia yang akan berlangsung di Padang," ungkap Ketua MUI Samarinda. Digambarkan, merokok haram hukumnya berdasarkan makna yang terindikasi dari zhahir ayat Alquran dan As-Sunah serta i`tibar (logika) yang benarsesuai Firman Allah, "Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan." (Al-Baqarah: 195). "Makna dari ayat itu menyiratkan, merokok termasuk kebiasaan yang mencampakkan diri sendiri ke dalam kebinasaan sehingga jika merujuk pada ayat tersebut, rokok dapat dikategorikan sebagai perbuatan haram," imbuhnya. "Sementara, dalil As-Sunah sesuai hadis shahih dari Rasulullah saw, bahwa beliau melarang menyia-nyiakan harta dengan mengalokasikannya kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Membeli rokok oleh sebagian ulama termasuk pengalokasian harta pada hal yang tidak bermanfaat," ujar K.Zaini Naim. Dalil lain lanjut Ketua MUI Samarinda tersebut, Sabda Rasulullah saw yakni, "Tidak boleh (menimbulkan) bahaya dan tidak boleh pula membahayakan orang lain." (HR. Ibnu Majah dari kitab Al-Ahkam 2340). "Namun, masih ada sebagian kyia berpendapat bahwa merokok itu hukumnya makruh. Sebagian lagi ulama memandang bahwa orang yang merokok itu mulutnya berbau kurang sedap yang mengganggu orang lain sehingga menyebut merokok sebagai perbuatan makruh," katanya. Sementara, salah seorang warga Samarinda, Syafri mengaku, tidak akan terpengaruh fatwa MUI tentang rokok. "Apapun keputusan MUI, bagi saya merokok adalah sebuah kebiasaan yang tidak bisa saya tinggalkan begitu saja. Sepengetahuan saya, masalah rokok tidak diatur secara tegas dalam Alquran dan hadist Nabi, sehingga saya kurang sependapat jika rokok itu difatwakan haram," ungkapnya. Warga lainnya Agus, mengungkapkan, kebiasaan merokok merupakan perbuatan yang sudah lazim dilakukan masyarakat, sehingga jika hal itu dilarang mestinya kata dia, perusahaan rokok yang harus dihentikan. "Rokoknya yang harus dihilangkan atau paling tidak penjualannya dibatasi seperti miras yang dijual pada tempat-tempat tertentu saja. Walaupun dilarang tetapi tetap dijual bebas, pengaruhnya tidak akan efektif," ujar Agus.(*)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009
haram=tidak boleh
anda2 bisa mengeluarkan fatwa anda apa saja. haram belum tentu hubungannya dengan neraka.
zina itu hukumnya haram lebih baik fatwa mui “pendirian tempat prostitusi diharamkan”
Sesuai tingkat kesadarannya
Semua berjalan alamiah
Tanpa dipaksa
Kesadaran hasil pengertian
Lebih Yakin dan sangat Mantab
Saya sendiri !!
ROKOK !! NO WAY
tapi ya bertahap dan perlu puasa lah
Keuntungan dan kerugian kembali pada masing-masing
Nggak perlu NGOTOT-NGOTOTAN
Do\\\'akan saja agar semua lebih SADAR