Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Melalui Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur menggelar bimbingan teknis, dukungan sapras (sarana pra sarana) CHSE dalam rangka peningkatan kapasitas pengelolaan dan penguatan destinasi di Desa Wisata Taro dan sekitarnya yang berada di Kabupaten Gianyar, Bali.
Plt. Deputi Bidang pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenparekraf/Baparekraf, Frans Teguh, dalam keterangannya, Sabtu, mengatakan acara ini bertujuan untuk mempersiapkan Desa Wisata Taro dan dan desa wisata sekitarnya untuk mendukung kesiapan area zona hijau di Bali agar bisa segera menyambut kedatangan wisatawan mancanegara.
Baca juga: Menteri Desa izinkan buka Desa Wisata di Bali
Ini adalah tindaklanjut kunjungan kerja Menparekraf di bulan lalu dan kick off DMO-DG Nusa Dua Sanur dan Ubud serta untuk mendukung percepatan kesiapan Green Zone Area Kab Gianyar khususnya di Ubud. Juga sebagai realisasi dukungan pemerintah terkait program Work From Bali (WFB).
"Program yang dimulai dari Bali diharapkan diikuti daerah lainnya dengan harapan program percontohan ini bisa memberikan keyakinan kepada wisatawan bahwa Bali aman, Indonesia aman dan sehat untuk dikunjungi,” kata Frans dalam acara yang dilaksanakan pada Jumat (4/6).
Frans mengungkapkan, Desa Wisata Taro yang sudah menyandang desa wisata berpredikat maju dapat menjadi contoh bagi desa wisata lain, terutama yang berada di sekitarnya untuk meningkatkan kapasitas dan menggali potensi-potensi wisata yang ada.
“Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi cara untuk bersinergi dan berkolaborAksi menciptakan inovasi-inovasi baru dalam mendukung dan mengembangkan desa wisata rintisan, berkembang, dan maju menjadi mandiri dan berkelanjutan,” katanya.
Baca juga: Menparekraf dorong pengembangan wisata edukasi di Ubud Bali
Selain itu, Direktur Pengembangan Destinasi II, Wawan Gunawan mengungkapkan acara ini juga dilaksanakan dengan tujuan membangun desa wisata yang menjadi salah satu acuan tren wisata pasca pandemi COVID-19. Di mana wisatawan lebih memilih wisata pedesaan dan wisata alam dibanding wisata massal.
“Pembangunan dan pendampingan desa wisata berkelanjutan harus direncanakan secara komprehensif dan holistik agar tujuan dari konsep pembangunan dan pengembangan desa wisata yang berkesinambungan dapat tercapai. Pengembangan potensi pariwisata desa juga dapat mempercepat kemajuan desa dari desa tertinggal menjadi berkembang yang pada akhirnya mampu menjadi desa mandiri,” ungkap Wawan.
Wawan menjelaskan, pihaknya memaparkan ada tiga aspek pembangunan desa wisata yang harus diseimbangkan oleh para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif di pedesaan, yaitu ekonomi, lingkungan, dan masyarakat. Tujuannya adalah untuk peningkatan kualitas hidup, memperkuat nilai budaya masyarakat, dan memberikan nilai tambah perekonomian masyarakat.
"Masa pandemi ini menjadi momentum dan kesempatan bagi kita untuk membenahi destinasi. Kebersihan, kesehatan, keamanan, kenyamanan, dan keberlanjutan menjadi hal utama, sesuai dengan protokol kesehatan CHSE (Cleanliness, Health, Safety, and Environmental sustainability), karenanya dalam kegiatan ini kami juga memberikan dukungan sarana CHSE antara lain berupa tempat cuci tangan, tempat sampah dan signage sapta pesona,” ucap Wawan.
Baca juga: Bali siapkan destinasi wisata sambut "work from Bali"
Baca juga: Menparekraf apresiasi pengelola wisata yang pertahankan karyawan
Baca juga: Pengendalian dan vaksinasi COVID-19 baik jelang pembukaan wisata Bali
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021