Jakarta (ANTARA) - Polusi udara wilayah urban seperti Ibu Kota Jakarta masih menjadi persoalan membuat lembaga think-tank hingga dokter mendorong warga mendukung kampanye transisi energi di Hari Lingkungan Hidup Sedunia.
Energy Technology Specialist dari Institute for Essential Service Reform (IESR) Idoan Marciano dalam keterangan persnya diterima di Jakarta, Sabtu, mengatakan selain langkah strategis di sektor energi terbarukan yang didukung penuh pemerintah, masyarakat juga bisa berkontribusi pada upaya penyelenggaraan udara yang bersih.
Salah satu langkah sederhana yang dapat dilakukan adalah melakukan konservasi energi dan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil, misalnya dengan bersepeda atau menggunakan kendaraan umum.
"Saya pikir ini merupakan langkah konkret yang bisa dilakukan masyarakat dalam mendukung kampanye untuk meningkatkan kualitas udara, seperti yang dilakukan Koalisi Ibukota," ujar Idoan.
Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada tahun ini harus menjadi momentum refleksi bagi warga Ibu Kota di tengah penantian atas putusan gugatan polusi udara yang diajukan Koalisi Ibukota kepada pemerintah yang menurut rencana dibacakan pada 10 Juni. Sudah dua tahun, Koalisi Ibukota (Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta) berjuang agar pemerintah bertindak tegas sesuai kewenangannya untuk memenuhi hak udara bersih bagi warga.
Kondisi udara di Indonesia tercatat terus memburuk sejak dua dekade terakhir dan saat ini berada di peringkat ke-20 negara dengan kualitas udara terburuk di dunia menurut Air Quality Live Index (AQLI).
Berdasarkan pengamatan AQLI, 91 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah dengan tingkat polusi udara melebihi batas aman dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO).
WHO menetapkan rata-rata konsentrasi per tahun dari polutan udara atau Particullate Matter (PM2,5) tidak boleh melebihi 10 mikron per meter kubik. PM2,5 merupakan partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron atau 30 kali lebih kecil dari sehelai rambut manusia.
Pada wilayah dengan tingkat polutan tinggi, partikel-partikel itu dapat mengurangi jarak pandang dan mengancam kesehatan manusia. AQLI mencatat Kota Metropolitan Jakarta saat ini memiliki konsentrasi PM2.5 enam kali lipat lebih tinggi dari batas aman WHO, ujar dia.
Baca juga: Kendaraan bebas polusi akan masuk program langit biru
Baca juga: Dokter ingatkan dampak buruk polusi udara saat pandemi
Jika kondisinya terus memburuk, maka 11 juta penduduk Jakarta bisa kehilangan angka harapan hidup selama 5,5 tahun. Sebaliknya, apabila pemerintah berhasil memperketat kebijakan terhadap tingkat pencemaran udara, maka harapan hidup orang Jakarta bisa meningkat hingga dua tahun.
Direktur Klinik Alam Sehat Lestari (ASRI) Alvi Muldani mengatakan Konsentrasi PM2,5 tinggi memiliki hubungan sebab akibat dengan kematian dini pada orang yang memiliki penyakit jantung dan paru. Polusi lain dalam udara seperti timbal walaupun dalam konsentrasi rendah, sangat berbahaya bagi anak dan janin.
Gejala yang umum timbul akibat PM2.5 ini antara lain mengi, batuk-batuk, mulut kering, dan gangguan pernapasan. Jika terpapar dalam jangka panjang, dapat berdampak menurunnya angka harapan hidup karena keganasan paru dan penyakit paru obstruktif kronis, lanjutnya.
Ia juga mengingatkan bahaya dari PM2,5 dan timbal juga dapat menempel di pakaian dan terbawa ke dalam rumah. Khusus di masa pandemi ini, kita perlu lebih mematuhi protokol kesehatan dengan mengaplikasikan 3M (menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun/hand sanitizer, menjaga jarak), sehingga bisa mencegah kita dari paparan polusi sekaligus COVID-19, karena keduanya sinergi memberikan dampak yang buruk bagi kesehatan manusia.
"Tak bisa dipungkiri bahwa daerah perkotaan merupakan kawasan yang memiliki peran penting dalam lingkungan yang berkelanjutan. Karena itu, pada tahapan implementasi di perkotaan, pemerintah kota perlu memikirkan solusi menyeluruh yang melibatkan berbagai aspek pengelolaan perkotaan agar bisa meningkatkan kualitas udara secara efektif," katanya.
Apalagi berbagai kegiatan yang berpotensi menghasilkan polutan terjadi di kawasan perkotaan, antara lain kegiatan industri, kegiatan perkantoran, kegiatan rumah tangga seperti memasak dan penerangan, serta transportasi.
Baca juga: Polusi udara bunuh ribuan orang di kota besar meski ada "lockdown"
Baca juga: Dinas LH Jaksel gencarkan uji emisi kendaraan bermotor
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021