Mamuju (ANTARA News) - Panitia Khusus (Pansus) DPR Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat menilai operasi tambang Mangan oleh PT Mandiri Alam Manakarra (MAM) hanya berkedok tambang rakyat.
Sebab, faktanya aktivitas mereka ternyata telah menggarap tambang Mangan dalam skala besar.
"Kami telah meninjau lokasi pertambangan Mangan di Kecamatan Bonehau, sekitar 135 kilometer dari kota Mamuju, yang dikerjakan oleh PT MAM. Kami nilai aktivitas mereka cacat hukum karena perusahaan pengelola tambang ini hanya mengantongi izin pertambangan untuk skala kecil, tetapi faktanya tak sesuai dengan ijin yang dikantongi oleh perusahaan itu," kata Ketua Pansus DPRD Mamuju, Hajrul Malik di Mamuju, Minggu.
Menurut dia, perusahaan pertambangan Mangan ini ilegal karena perusahaan hanya mengantongi ijin skala kecil, sedangkan pengoperasiannya dalam skala besar yang telah berhasil mengumpulkan mangan dalam jumlah besar. apalagi, pengoperasian ini juga dikerjakan dengan menggunakan alat berat.
Ia mengatakan, laporan masyarakat terkait kegiatan perusahaan PT MAM ini yang kemudian ditindaklanjuti Pansus DPRD Mamuju, jelas menyalahi prosedur perijinan karena hanya mengantongi ijin pertambangan rakyat.
"Kalau kami cermati setetah melakukan peninjauan ke lokasi yang dijadikan lahan eksploitasi PT MAM ternyata sangat luas bahkan telah menggunakan alat berat. Ini jelas tidak prosedural karena secara fisik perusahan ini bukan hanya tambang rakyat," papar dia.
Sehingga, kata dia, pansus akan menghentikan sementara pengoperasian tambang ini sebelum ada kejelasan sesuai dengan mekanisme proses pertambangan dan perusahaan telah menyalahi Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam Pasal 20 tentang pertambangan salah satu poin disebutkan bahwa pertambangan rakyat dilaksanakan dalam suatu Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).
Kemudian pada Pasal 21 menyebutkan bahwa perusahan harus ditetapkan oleh Bupati atau Walikota setelah berkonsultasi dengan DPRD Kabupaten atau Kota yang kemudian diumumkan secara terbuka oleh Kepala Daerah tentang rencana WPR sebagaimana tertuang dalam Pasal 23," papar politisi Partai Keadilan Sejahtera ini.
Hajrul mengatakan, dari beberapa butir poin dalam pasal yang dimaksud, maka semua unsur itu tidak dimiliki PT MAM Mamuju, sehingga pansus akan tetap merekomendasikan untuk menghentikan eksploitasi perusahaan sementara waktu.
"Kami curiga ada indikasi yang hanya menguntungkan sekelompok orang saja. Buktinya, perusahaan ini dipermudah agar pihak tertentu bisa menguasai lahan yang kaya dengan batu Mangan. Ini tidak boleh dibiarkan begitu saja sehingga harus dihentikan dulu sebelum ada kejelasan," ungkap dia.
Menurut dia, masalah ini akan kembali dibahas dengan eksekutif, khususnya soal proses perijinan yang dinilai cacat hukum.
Ia menuturkan, dewan juga sangat menyesalkan pihak Distamben yang mengeluarkan ijin pada proyek yang tidak jelas ini.
"Surat ijin Bupati Mamuju tertanggal 1 Mei 2010, tentang Pertambangan Rakyat kami nilai cacat karena operasi pertambangan ini juga tidak dilengkapi dengan Amdal, visibility study, maupun community development," ungkapnya.
Dia mengatakan, perusahaan tambang Magan ini berkedok pertambangan rakyat, namun sesungguhnya aktivitas pertambangan ini bukan tambang rakyat.
Ia menambahkan, mestinya sebelum melakukan operasi, perusahaan yang menangani tambang mangan ini harus memperjelas royalti terhadap daerah.
"Aktivitas pertambangan ini belum jelas apa royaltinya terhadap daerah, sementara jalan negara yang dilalui di lokasi pertambangan ini telah mengalami kerusakan," ungkapnya.
Dia mengatakan, lokasi pertambangan 10 hektar dan terkandung sebanyak 13 ribu ton Mangan ini akan dikelola selama lima tahun.
"Kita bisa bayangkan, perusahaan ini baru berumur beberapa bulan saja, namun telah mampu menghasilkan ribuan ton, apalagi jika dikelola lima tahun. Masyarakat kecil yang dirugikan dan daerah karena dikelabui terus menerus," tegasnya.
Sebelum masalah tambang ini dipersoalkan dewan, pihak perusahaan telah menyiapkan batu Mangan di bibir pantai Belang-Belang sebanyak dua ribu ton dan siap untuk diangkut ke China. (ACO/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010