Tbilisi (ANTARA News/AFP) - Seorang prajurit Georgia tewas dan seorang lagi cedera serius dalam operasi di Afghanistan, demikian diumumkan Kementerian Pertahanan Georgia, Minggu.
"Kementerian Pertahanan mengungkapkan kesedihan yang dalam atas kematian Letnan Satu Mukhran Shukvani, salah satu prajurit terbaik Georgia," kata Deputi Menteri Pertahanan Nodar Kharshilaze pada jumpa pers di Tbilisi.
"Prajurit rekannya, Kopral Alexander Gotolendia, cedera serius dalam serangan granat tangan selama operasi yang sama," tambahnya.
Ia tidak memberikan penjelasan terinci lebih lanjut mengenai korban pertama Georgia di Afghanistan itu.
Sekitar 1.000 prajurit Georgia ditempatkan di Afghanistan, terutama di provinsi Helmand bersama marinir AS.
Kontingen itu -- satu batalyon berat dan dua kompi ringan -- membuat Georgia, negara berpenduduk 4,4 juta orang, menjadi penopang terbesar per kapita bagi pasukan internasional yang berkekuatan 150.000 orang di Afghanistan yang memerangi Taliban.
Jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan tahun ini sudah melampaui 470, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs icasualties.org.
Korban-korban asing terakhir berjatuhan setelah Jendral AS David Petraeus pada 4 Juli mulai memegang komando atas 140.000 prajurit AS dan ISAF di Afghanistan, menggantikan Jendral AS Stanley McChrystal, yang dipecat karena pembangkangan.
Sekitar 10.000 prajurit lagi ditempatkan di Afghanistan pada Agustus sebagai bagian dari rencana untuk meningkatkan tekanan terhadap gerilyawan, khususnya di provinsi-provinsi wilayah selatan, Helmand dan Kandahar.
Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.
Marinir AS memimpin 15.000 prajurit AS, NATO dan Afghanistan dalam Operasi Mushtarak yang bertujuan menumpas militan, yang diluncurkan menjelang fajar Sabtu (13/2) untuk membuka jalan agar pemerintah Afghanistan bisa mengendalikan lagi daerah Helmand penghasil opium.
Ofensif itu dikabarkan mendapat perlawanan sengit dari Taliban, yang melancarkan serangan-serangan dari balik tameng manusia dan memasang bom pada jalan, bangunan dan pohon.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mencakup puluhan ribu prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang hampir sembilan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.
Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010