"Meskipun ibu kota Republik Indonesia telah pindah kembali ke Jakarta, tetapi sampai saat ini Yogyakarta tetap tidak kehilangan semangat revolusinya, sehingga kota ini masih layak menyandang predikat sebagai kota revolusi," kata Djoko Suryo saat menjadi pembicara sarasehan `Mengingat Kembali Sejarah Maklumat 5 September 1945` di Yogyakarta, Minggu.
Djoko mengatakan Yogyakarta masih menjadi warna tersendiri bagi perjalanan sejarah Bangsa Indonesia seperti ditunjukkan pada acara `pisowanan ageng` antara Sri Sultan Hamengku Buwono X saat gejolak reformasi 1998.
"Banyak tokoh nasional yang dididik di Yogyakarta. Tokoh-tokoh tersebut merupakan sumbangsih Yogyakarta terhadap perjalanan sejarah Bangsa Indonesia," katanya.
Bahkan menurut Djoko, Yogyakarta tampak semakin memantapkan dirinya sebagai kota pendidikan dan kota kebudayaan yang disegani.
"Semangat pembaruan dan pembangunan kebudayaan tidak serta merta ikut pindah ke Jakarta, akan tetapi tetap tumbuh dan berlangsung di Yogyakarta," katanya.
Ia mengatakan, sejak 1950 berbagai perguruan tinggi, akademi dan sekolah menengah berbagai jurusan baik negeri maupun swasta banyak berdiri di kota ini.
"Perguruan tinggi dan sekolah-sekolah tersebut menjadi daya tarik bagi pemuda-pemuda dari seluruh Indonesia untuk datang menimba ilmu di Yogyakarta," katanya.
Situasi tersebut menurut Djoko merupakan peristiwa historis Yogyakarta dalam memantapkan diri sebagai kota pendidikan.
"Pergeseran suasana revolusi ke suasana pendidikan dan kebudayaan benar-benar terasa pada tahun 1950-an, hiruk pikuk kota bergeser dari desingan peluru menjadi hilir-mudik pelajar dan mahasiswa," katanya.
Ia mengatakan Yogyakarta juga memiliki berbagai simbolisme perkotaan yang merepresentasikan identitasnya sebagai kota perjuangan seperti monumen, nama jalan, maupun dalam wujud cerita rakyat.(*)
(ANT-158/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010