Pembukaan program tersebut mendapatkan sorotan sekaligus apresiasi, yang ditunjukkan dengan membludaknya peserta seleksi calon mahasiswa, karena setiap seorang pendaftar harus bersaing dengan 25 orang untuk mendapatkan kesempatan kuliah di mayor terbaru di IPB tersebut.
Ketua Tim Implementasi Mayor S1 Ilmu Ekonomi Syariah FEM IPB, Irfan Syauqi Beik, Minggu di Bogor mengatakan, pembukaan mayor terbaru di lingkungan IPB tersebut sebagai jawaban terhadap pendekatan konvensional dalam pembangunan sektor pertanian, yang menimbulkan rasa ketidakadilan bagi petani.
"Kebijakan ekonomi terhadap para petani tidak adil. Pendekatan ekonomi konvensional tidak mau tahu kondisi kultur petani, sehingga petani selalu dirigikan dan diperlakukan secara kurang adil," kata Irfan Syauqi Beik.
Kultur petani yang sesungguhnya mengadopsi hukum Islam, seperti maro merupakan implementasi dari "muzara`ah" alias akad pengerjaan lahan sawah, yang telah lama dikenal dalam Islam.
"Ini perlu dikelola dengan pendekatan ekonomi syariah, karena unsur keadilan. Pendekatan ekonomi konvensional by nature pada akhirnya bersifat eksploitatif," kata Irfan.
Sebagai contohnya, lanjut Irfan, sebuah bank di daerah menginvestasikan dana yang diperolehnya dari petani pada sektor yang besar, dengan mengharap keuntungan yang besar. Sementara petani tetap dengan penghasilan yang minim. Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan pembangunan pertanian yang menitikberatkan keadilan bagi petani.
Oleh karena itu, sebagai universitas dengan konsentrasi kajian pertanian, IPB berkepentingan terhadap perlindungan nasib petani. Pembukaan mayor ilmu ekonomi syariah sebagai salah satu jalan bagi IPB dalam menjawab ketidakadilan yang dihadapi para petani.
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB, Dr Ir Dedi Budiman Hakim mengemukakan IPB memiliki tanggung jawab keagamaan terhadap negeri yang mayoritas muslim ini. Karena itu, sudah sepantasnya Islam sebagai sebuah sistem diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
"Sebagai lembaga pendidikan, IPB berkewajiban mengembangkan keilmuan yang bermanfaat bagi masyarakat luas," ujarnya.
Menurut dia, persoalan yang dihadapi industri ekonomi syariah saat ini adalah ketersediaan sumberdaya manusia (SDM). Sektor perbankan, misalnya, untuk tiga tahun ke depan saja, lembaga keuangan ini membutuhkan sekitar 14 ribu SDM.
Belum termasuk lembaga lain yang juga membutuhkan para ekonom syariah, seperti lembaga zakat, pasar modal syariah dan pegadaian syariah, katanya.
"Selama ini, perekrutan SDM oleh perbankan tidak selalu berlatarbelakang syariah, sehingga lembaga yang ada harus terlebih dulu mengadakan training sebelum siap bekerja, artinya butuh cost yang lebih banyak. Ini menyulitkan lembaga perbankan," katanya.
Ia mengatakan rencana pembukaan program studi ini mendapat dukungan penuh dari pimpinan selaku pemangku kebijakan di IPB, sehingga kegiatan perkuliahan Ilmu Ekonomi Syariah sudah dapat dilaksanakan mulai tahun ini.(*)
(ANT-053/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010