Jakarta (ANTARA News) - Presiden Dewan Pengurus Nasional (DPN) Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) Sayuti Asyatri menegaskan, angka Parliamentary Treshold (PT) dalam RUU Pemilu lebih mencerminkan keangkuhan kekuatan politik tertentu.
Saat buka puasa bersama dan pemberian santunan anak yatim di Kantor DPN PDK di Jakarta, Minggu, Sayuti mengemukakan tidak ada takdir bahwa satu partai akan selalu kecil atau selalu besar karena kekuasaan itu akan selalu dipergilirkan.
"Sejarah di dunia ini telah menunjukkan bahwa kekuasaan itu selalu dipergilirkan," ujarnya.
PDK sendiri, Sayuti menambahkan, hanya akan memohon kepada rakyat dan bukan mengemis kepada partai-partai politik lainnya agar lolos ketentuan PT tersebut.
"Kita hanya merangkak dan memohon kepada rakyat dan bukan angka treshold itu. Karena itu , kita harus melakukan banyak komunikasi dan pendekatan dengan rakyat serta mengabdi untuk mereka," ujarnya seraya menekankan bahwa sejatinya keberadaan partai itu adalah bagaimana mengurus rakyat dan bukan meributkan angka PT.
Namun demikian, mantan anggota DPR itu tetap berharap agar kalaupun ada ketentuan angka PT, hal tersebut jangan sampai mencerminkan keangkuhan politik yang seolah hanya partai tertentu saja yang berhak mengklaim mewakili rakyat.
Jangan sampai pula penentuan angka-angka PT dalam RUU Pemilu mengubur minoritas atau kelompok yang selama ini telah terpinggirkan.
Untungkan
Ditempat yang sama, Ketua Dewan Pertimbangan DPN PDK Prof Ryaas Rasyid menegaskan bahwa semakin tinggi ambang PT, maka semakin sedikit partai yang berhak ikut pemilu dan hal itu sebenarnya bisa menguntungkan PDK.
Menurut dia, pada pemilu yang lalu karena terlalu banyak partai maka sulit bagi rakyat untuk memilih.
Lebih lanjut Ryaas yang kini anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu mengatakan bahwa sejak awal PDK tidak khawatir dengan ambang treshold itu dan sewaktu membicaraan RUU pemilu, PDK justru meminta agar PT langsung lima persen.
"Dulu PDK yang meminta agar ambang treshold itu langsung lima persen saja dan setelah itu tidak usah diubah-ubah lagi. Tapi ternyata saat itu tidak ada partai yang berani," demikian Ryaas Rasyid.(*)
(T.D011/A011/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010