Jakarta (ANTARA) - Organisasi Kemanusiaan Wahana Visi Indonesia (WVI) dan LaporCovid-19 mengemukakan rasa enggan serta ketakutan sebagian masyarakat terhadap vaksinasi COVID-19 dipicu informasi yang disampaikan otoritas terkait belum seluruhnya dapat ditangkap warga.
Kesimpulan itu didapat berdasarkan hasil umpan balik chatbot LaporCovid-19 sebagai upaya memetakan suara warga sehingga diketahui permasalahan yang terjadi dan dapat menjadi masukan untuk perbaikan.
"Data ini didapat selama 20 hari mulai 6 hingga 26 April 2021 melalui chatbot LaporCovid-19 pada aplikasi WhatsApp dan Telegram," kata Relawan LaporCovid-19, Amanda Tan, dalam diskusi "Umpan Balik Warga Terkait Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19" yang digelar secara virtual, Jumat siang.
Menurut Amanda, sebanyak 185 pelapor dari rentang usia anak hingga lanjut usia menyampaikan pengamatan dan persepsi mereka tentang pelaksanaan vaksinasi COVID-19. Sebagian besar pelapor (66,5 persen) berada di wilayah perkotaan dan pedesaan.
Baca juga: Pakar: Informasi resmi KIPI sulit diakses publik
Baca juga: Dinkes DKI berkolaborasi dirikan posko layani informasi soal COVID-19
Sebanyak 45 persen umpan balik dari pedesaan memberi nilai buruk. Sedangkan perkotaan sebanyak 20 persen melaporkan situasi saat vaksinasi, seperti antrean panjang, ketidakjelasan saat wawancara kesehatan, hingga penyimpanan kemasan secara sembarangan.
Dari hasil umpan balik, kata Amanda, didapat bahwa pelapor perkotaan mengetahui informasi dasar rencana vaksinasi lebih baik dibandingkan pelapor yang berasal dari pedesaan.
Sebanyak 20 persen pelapor memiliki pengetahuan dasar tentang kapan dirinya mendapat vaksinasi, siapa saja kelompok yang mendapat prioritas vaksinasi, bagaimana proses pendaftaran, dan bahwa vaksinasi adalah gratis.
Dari hasil pengamatan pelapor, hanya delapan orang atau setara 4,3 persen yang mengetahui kelompok prioritas vaksinasi di daerahnya, yakni petugas publik, tenaga kesehatan, dan lansia sudah divaksinasi.
Berdasar pada data pengamatan warga, kata Amanda, terdapat indikasi bahwa pelaksanaan vaksin di berbagai daerah belum seluruhnya menjangkau kelompok yang sudah ditetapkan sebagai penerima vaksin yang diprioritaskan.
Untuk itu, sebanyak 40,3 persen dari pelapor pedesaan dan 28,4 persen dari pelapor perkotaan memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk memperkuat sosialisasi dan penyampaian informasi vaksinasi COVID-19.
Selain itu, berdasarkan hasil temuan asesmen umpan balik warga tentang pelaksanaan vaksinasi COVID-19, pemerintah perlu memprioritaskan ketersediaan anggaran untuk memastikan kebutuhan vaksin tercukupi.
"Pelaksanaan vaksinasi juga perlu dilakukan secara transparan, dan harus terus dimonitor dan dievaluasi. Pemda juga perlu menyusun strategi komunikasi yang mempertimbangkan keragaman kebutuhan informasi bagi masyarakat dan proaktif melakukan pendataan serta pendaftaran vaksin," katanya.
"Untuk memastikan bahwa program vaksinasi COVID-19 yang sedang berjalan dilaksanakan secara efektif dan tepat sasaran, kami meyakini
bahwa proses umpan balik dari warga berperan penting dalam penanganan bencana COVID-19. Suara warga akan membantu pemerintah mengidentifikasi permasalahan di lapangan dan kemudian melakukan perbaikan, sehingga implementasi kebijakan vaksinasi berjalan baik dan akuntabel," kata Manajer Advokasi WVI, Junito Drias.*
Baca juga: Pemerintah tunggu informasi WHO soal efek vaksin AstraZeneca
Baca juga: Wapres dorong akademisi berinovasi hadapi disrupsi informasi pandemi
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021