Bapak dan ibu petugas pemasyarakatan tidak perlu takut dengan pelanggaran HAM
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI menjamin perlindungan hukum bagi seluruh petugas pemasyarakatan yang menangani narapidana tindak pidana terorisme.
"Bapak dan ibu petugas pemasyarakatan tidak perlu takut dengan pelanggaran HAM selama menjalankan tugas sesuai aturan yang ada," kata Kepala Biro (Karo) Humas, Hukum, dan Kerja Sama Kemenkumham Heni Susila Wardoyo melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Justru, lanjut dia, ketika petugas menjalankan tugas berarti sedang menjalankan HAM. Jaminan tersebut berdasarkan pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor T29 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja dimana pada Pasal 104 disebutkan bahwa bagian Layanan Advokasi Hukum (LAH) memiliki tugas dan fungsi melaksanakan advokasi hukum kementerian.
Aturan tersebut kemudian diperkuat dengan terbitnya Permenkumham Nomor 66 Tahun 2016 tentang Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.
Menurutnya, dengan dua aturan tersebut seluruh pegawai Kemenkumham berhak mendapatkan bantuan hukum dari kuasa hukum kementerian termasuk petugas pemasyarakatan yang menangani tindak pidana terorisme.
Selain bantuan hukum secara internal dari kementerian terkait, perlindungan hukum bagi petugas pemasyarakatan juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.
PP tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi undang-undang.
Terakhir, ia menekankan sebagai aparatur negara, para petugas pemasyarakatan seyogianya untuk terus saling mendukung.
"Pemerintah harus solid. Jangan sampai ada kementerian atau lembaga saling mencibir. Ketika suatu kementerian atau lembaga yang sudah diamanatkan suatu tugas, namun tidak dijalankan, yang salah bukan instansinya, namun pimpinannya," ujarnya.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Batu Jalu Yuswa Panjang mengatakan petugas pemasyarakatan kerap mendapat ancaman bukan hanya di kantor melainkan juga di rumah. Karena itu, petugas membutuhkan dukungan lebih pada segi komunikasi dan keamanan.
Ia mengatakan Nusakambangan merupakan daerah yang dikenal kerap terjadi hilang sinyal telepon seluler. Karena itu, petugas membutuhkan alat komunikasi yang tidak terbatas. Saat ini yang dimanfaatkan hanya handy talky.
Petugas pemasyarakatan juga membutuhkan senjata yang bersifat melumpuhkan sementara dalam menjaga keselamatan diri mereka.
"Kalau pun saat ini ada yang punya, itu karena beli sendiri. Kami sudah meminta kepada Ditjen Pemasyarakatan namun belum dipenuhi," kata Jalu.
Senada dengan itu, Kepala Lapas Kelas IIA Pasir Putih Fajar Nur Cahyono mengatakan selain masalah keamanan, penanganan tindak pidana terorisme yang dibutuhkan adalah koordinasi yang kuat.
"Harapan kami negara benar-benar hadir dalam penanganan tindak pidana terorisme ini melalui BNPT," ujar dia.
Secara teknis, petugas pemasyarakatan membutuhkan narahubung yang bisa selalu dihubungi.
Baca juga: Lapas Madiun terima empat pindahan narapidana kasus terorisme
Baca juga: BIN rangkul eks napi terorisme kembali ke NKRI
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021