Jakarta (ANTARA News)- Tahukah Anda, ekspresi wajah bayi ternyata tidak cukup untuk mengetahui apakah si kecil sedang kesakitan atau tidak.

Selama beberapa generasi para ibu sangat tergantung pada ekspresi wajah bayi mereka untuk mengetahui apa yang dirasakan si buah hati, demikian kutip The Independent, Kamis (2/9).

Penelitian itu lebih jauh lagi menantang kepercayaan lama yang meyakini gula bisa mengurangi rasa sakit pada bayi, karena pemberian gula bisa membuat bayi ekspersi wajah bayi tetap ceria meski baru saja melewati proses yang menyakitkan, misalnya ketika pengambilan darah atau disuntik.

Sebuah studi menemukan bahwa memberikan sesendok gula pada bayi sebelum ia disuntik atau dites darahnya mungkin akan membuat ekspresi si kecil ceria tetapi belum tentu mengurangi penderitaan si kecil tak berdosa itu.

Sebelumnya sampai pada tahun 1950an, para dokter masih beranggapan bayi tidak bisa merasa kesakitan karena kesadaran mereka belum benar-benar berkembang.

Reaksi normal atas rasa sakit seperti meringis dan menangis, hanya dianggap sebagai bentuk refleks.

Bahkan, jika bayi akan dioperasi ia hanya diberikan obat anastesia untuk membuatnya tidak sadar atau tertidur. Sementara obat analgesik, yang bisa membuatnya kebal akan rasa nyeri dan lazim diberikan kepada orang dewasa atau anak-anak ketika dioperasi, tidak diberikan.

Meski pada tahun 1970-an sebuah penelitian menemukan bahwa bayi juga membutuhkan analgesik, tetapi karena sangat sulit untuk mengujinya, hanya sedikir zat tersebut yang tersedia untuk bayi.

Sejak itu, pemberian sesendok gula pada bayi dikira bisa mengurangi rasa sakit karena tampaknya tangis bayi akan berkurang meski telah melewati proses yang menyakitkan.

Gula yang diberikan diyakini bisa memancing produksi 'endogenous opiates', zat tubuh yang bisa mengurangi rasa sakit, dan akhirnya menjadi praktik standar sebelum proses pengambilan darah atau sejenisnya pada bayi.

Beberapa dokter bahkan sampai sekarang masih menekankan bahwa melanggar kebiasaan itu merupakan sebuah praktik yang tidak etis.

Untungnya para dokter di University College Hospital di London, yang mengukur aktifitas otak bayi, menemukan bahwa bahkan ketika bayi tidak menangis atau meringis otak mereka menunjukkan 'reaksi kesakitan'.

Mereka mengujinya dengan menusuk tumit bayi untuk mengambil darah demi kepentingan percobaan.

Hasil penelitian yang disiarkan di Lancet, sebuah jurnal kesehatan yang mengkhususkan diri pada bidang onkologi, neurologi, dan penyakit infeksi, mengungkapkan bahwa pemberian gula pada bayi hanya akan mengalihkan perhatiannya dari rasa sakit sehingga menghambat reaksi normal seperti menangis dan meringis.

Rasa sakit tetap terdeteksi dari aktivitas otaknya.

"Sukrosa, nama lain gula, tampaknya memang mengaburkan ekspresi wajah bayi setelah sebuah proses yang menyakitkan tetapi data kami menunjukan bahwa itu tidak mengurangi aktivitas rasa sakit pada sirkuit-sirkuit sensor (otak) dan kerenanya bukan merupakan obat analgesik yang tepat," kata tim dokter itu.

"Ketika Anda memberikan gula pada bayi, mereka memang akan kelihatan senang. Itu sebenarnya adalah pengalihan tetapi tidak mempengaruhi rasa sakit. Ada cara lain untuk mengalihkan perhatian bayi, misalnya mengemong atau menyusuinya, yang lebih efektif," ulas Judith Meek, seorang konsultan neo-natologi pada Univesity College London Hospital dan juga salah satu penulis hasil penelitian itu.

"Beberapa bayi yang dilahirkan prematur mungkin mengalami tes darah atau prosedur menyakitkan lainnya setiap hari yang kemudian bisa mengarah pada gangguan mental atau kelakuan di masa depan. Jadi penting untuk memikirkan bagaimana cara menghilangkan rasa sakit itu," Meek melanjutkan.

"Reaksi rasa sakit dalam otak dan reaksi ekspresi wajah memang berkaitan tetapi sejumlah bayi tidak meringis atau menangis meski otak mereka menunjukan sesuatu. Bayi yang sama dalam kesempatan lain mungkin akan menunjukan reaksi yang berbeda," papar Meek.

"Penelitian kami sebenarnya berusaha untuk menunjukkan bahwa kita mungkin sering meremehkan apa yang sedang terjadi dalam diri setiap bayi," tegas Meek.

Penelitian itu melibatkan 59 bayi, setengah dari jumlah itu diberikan sesendok gula dan sisanya diberi sesendok air dua menit sebelum tumit mereka ditusuk hingga berdarah sebagai prosedur pengujian darah.

Hasilnya membuktikan bahwa semua bayi menunjukan reaksi kesakitan dalam otak mereka tetapi sepertiga dari mereka yang diberikan gula tidak menunjukan perubahan ekpresi wajah atau meringis.

Lazimnya jumlah gula, meski sedikit, bisa ditambahkan pada bayi yang menderita sakit dan harus menjalani prosedur menyakitkan itu secara rutin.

Menurut sebuah kalkulasi, bayi prematur harus menjalani sepuluh prosedur menyakitkan setiap hari, artinya sama dengan memberikan setengah kaleng soda pada seorang bocah satu tahun setiap hari.
(Ber/A038/ART)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010