Mataram (ANTARA News) - Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat, H. Lalu Serinata, tengah menjalani masa hukumannya sebagai terpidana korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2003, di Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) Kota Mataram.
Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Mataram, Sudarno, membenarkan hal itu ketika dikonfirmasi wartawan di Mataram, Jumat.
"Pak Serinata masih menjalani perawatan medis di RSUP NTB, sejak 24 Agustus lalu, ia dirujuk dari Poliklinik Lapas Mataram ke rumah sakit karena kondisi kesehatannya memburuk," ujarnya.
Diakui Sudarno, hingga kini permohonan izin berobat dan pemeriksaan medis di Rumah Sakit Harapan Kita di Jakarta, yang diajukan kuasa hukum Serinata, belum juga dikabulkan Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM.
Permohonan izin berobat itu tergolong mendesak karena kondisi kesehatan mantan pejabat NTB itu semakin memprihatinkan.
Serinata membutuhkan perawatan medis di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta karena seringkali mengeluh nyeri di dada dan matanya yang pernah dioperasi.
Kini, Serinata yang juga mantan politisi Partai Golkar itu masih menghuni ruang observasi RSUP NTB setelah sebelumnya menghuni ruang observasi poliklinik Lapas Mataram semenjak dieksekusi aparat kejaksaan, 27 Juli lalu.
Menurut Direktur RSUP NTB dr H. Mawardi Hamry, pihaknya sudah menyiapkan surat rujukan ke Rumah Sakit Harapan Kita di Jakarta, karena secara teknis kondisi kesehatan Serinata cukup buruk.
"Ada gangguan di jantungnya sehingga butuh penanganan khusus. Menurut dokter ahli jantung yang menanganinya, perlu ada katerisasi jantung," ujarnya.
Namun, surat rujukan ke Rumah sakit Harapan Kita itu baru berlaku jika telah ada izin berobat dari Dirjen Pemasyarakatan, kecuali dalam kondisi emergensi.
"Kalau emergensi tentu kami terpaksa rujuk tanpa harus menunggu izin berobat dari Dirjen Pemasyarakatan. Memang sementara ini Pak Serinata masih di ruang observasi yang berarti belum emergensi," ujarnya.
Gubernur NTB periode 2003-2008 itu mulai menjalani hukuman setelah divonis hukuman penjara selama tiga tahun oleh Pengadilan Negeri Mataram pada 20 Agustus 2009, namun sebagai tahanan kota.
Serinata baru menghuni Lapas Klas IIA Mataram itu setelah dieksekusi oleh aparat kejaksaan, sesuai putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2396/K/Pidsus/2009 tertanggal 11 Desember 2009, yang menolak kasasi yang diajukan penasehat hukum terdakwa maupun kasasi yang diajukan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU), akhir Pebruari lalu.
JPU mengajukan kasasi karena majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Mataram mengurangi masa hukuman Serinata, sementara penasehat hukum Serinata mengajukan kasasi karena menurut mereka vonis PT Mataram masih tidak sesuai harapan.
Putusan PT Mataram, yakni Serinata divonis tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp100 juta serta diwajibkan menyetor biaya pengganti sebesar Rp776 juta sesuai nilai kerugian negara.
Putusan majelis hakim PT Mataram tertanggal 20 Agustus 2009 itu, lebih ringan dari putusan majelis hakim PN Mataram tertanggal 11 Juni 2009.
Majelis hakim PN Mataram menjatuhkan vonis lima tahun penjara dan denda sebesar Rp400 juta subsider enam bulan kurungan, serta dibebankan kewajiban membayar biaya pengganti sesuai nilai kerugian negara.
Serinata terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat tindak pidana korupsi secara "berjamaah" ketika menjabat Ketua DPRD NTB periode 1999-2004 sekaligus sebagai Ketua Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) secara "ex officio" sehingga merugikan negara sebesar Rp7,5 miliar lebih.
Serinata juga terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara Cq Pemerintah Provinsi NTB sebesar Rp2,5 miliar lebih pada dakwaan kedua, sehingga total kerugian negara mencapai Rp10 miliar.
(T.A058/E001/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010