ax ratio Indonesia selama lima tahun terakhir yang jauh dari optimal, bahkan di bawah 10 persen menjadi penyebab lebarnya jurang defisi
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fathan Subchi menyatakan, pemerintah perlu betul-betul memaksimalkan penerimaan pajak guna mendukung pemulihan ekonomi nasional serta membantu upaya membangkitkan kinerja perekonomian bangsa.
"APBN tanpa penerimaan tentu sangat mustahil. Panja Penerimaan akan meng-highlight bagaimana penerimaan perpajakan bisa maksimal, sehingga sesuai dengan statement Gubernur BI, bisa menjemput kebangkitan ekonomi nasional," kata Fathan Subchi yang juga menjabat sebagai Ketua Panja Penerimaan dalam rilis di Jakarta, Kamis.
Menurut Fathan, tren kinerja penerimaan perpajakan, menjadi bahasan yang tak kalah pentingnya.
Untuk itu, ujar dia, target penerimaan perpajakan 2022, baik dari skenario terburuk sampai skenario paling optimis, perlu disiapkan secara matang oleh pemerintah, serta efektivitas pelaksanaan fasilitas perpajakan dalam UU Cipta Kerja terhadap target perpajakan juga perlu dibahas.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati menyoroti kondisi utang negara yang dicemaskan bila semakin banyak akan semakin membebani APBN, terlebih dengan masih belum optimalnya rasio pajak.
Baca juga: Sri Mulyani targetkan rasio perpajakan 2022 naik, capai 8,42 persen
"Tax ratio Indonesia selama lima tahun terakhir yang jauh dari optimal, bahkan di bawah 10 persen menjadi penyebab lebarnya jurang defisit, hingga memperparah kondisi utang pemerintah," papar Anis.
Anis yang juga menjabat sebagai wakil ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini menilai, target pertumbuhan yang tidak realistis pada RPJMN 2014-2019 menyebabkan target pajak yang tinggi, sehingga berakibat pada shortfall perpajakan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menargetkan rasio perpajakan 2022 akan berada pada kisaran 8,37 persen sampai 8,42 persen terhadap PDB atau lebih tinggi dibanding target dalam APBN 2021 sebesar 8,18 persen PDB.
“Konsistensi dalam melakukan reformasi perpajakan dan pemulihan ekonomi diharapkan mampu meningkatkan rasio perpajakan secara bertahap,” kata Menkeu Sri Mulyani di Jakarta, Senin (31/5).
Sri Mulyani juga optimis penerimaan perpajakan pada 2022 akan lebih baik dibanding 2021 yaitu berdasarkan Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun Anggaran 2022.
Baca juga: Sri Mulyani: Perbaikan sistem perpajakan untuk pulihkan ekonomi
Dalam KEM PPKF Tahun Anggaran 2022 menargetkan penerimaan perpajakan mencapai sekitar Rp1.499,3 triliun sampai Rp1.528,7 triliun.
Terkait utang, sebagaimana diwartakan, utang luar negeri Indonesia hingga akhir triwulan I-2021 tercatat sebesar 415,6 miliar dolar AS atau turun 0,4 persen (qtq) dibandingkan posisi utang luar negeri (ULN) triwulan IV-2020 sebesar 417,5 miliar dolar AS.
“Perkembangan tersebut didorong oleh penurunan posisi utang luar negeri pemerintah,” kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (21/5).
Selain itu pemerintah juga melakukan penarikan sebagian komitmen pinjaman luar negeri baik dari bilateral, multilateral, maupun komersial sebagai upaya mendukung penanganan pandemi COVID-19 dan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). “ULN pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja prioritas,” ujar Erwin.
Baca juga: Megawati: SIN perpajakan dorong penerimaan negara
Baca juga: Penerapan SIN Pajak dinilai bantu optimalisasi penerimaan
Baca juga: Anggota DPR: Bila PPN naik, kontraproduktif dengan pemulihan ekonomi
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021