Kabul (ANTARA News/AFP) - Seorang pejabat senior Afghanistan tewas Rabu ketika kendaraannya dihantam ledakan bom dalam serangan bergaya Taliban di kota bergolak Kandahar, Afghanistan selatan, kata pihak berwenang.
Lima orang lain cedera dalam serangan terhadap Mohammad Hassan Timori, direktur urusan haji dan keagamaan tingkat provinsi, kata kementerian dalam negeri.
Bom itu dipasang di sebuah sepeda-motor yang diparkir di sisi jalan, kata kementerian itu, yang menyalahkan serangan tersebut pada "musuh-musuh Afghanistan", istilah yang digunakan untuk Taliban.
Pembunuhan itu merupakan yang terakhir dari serangkaian serangan teror mematikan yang terkait dengan Taliban, yang umumnya dipusatkan pada Kandahar, ibukota dari provinsi dengan nama yang sama.
Rejim Taliban yang berkuasa pada 1996-2001 berakhir dengan invasi pimpinan AS, namun sisa-sisa mereka mengobarkan kekerasan gerilya sejak itu.
Sebelumnya tahun ini kelompok gerilya tersebut berjanji akan menyerang pasukan asing, serta semua orang asing, organisasi asing dan orang-orang Afghanistan yang bekerja sama dengan mereka.
Sejumlah serangan Taliban akhir-akhir ini ditujukan pada para calon wakil rakyat dan orang-orang yang terlibat dalam pemilihan umum parlemen.
Afghanistan akan melaksanakan pemilihan parlemen yang kedua pasca penggulingan Taliban pada 18 September di tengah kekhawatiran mengenai serangan-serangan.
Prajurit asing yang tewas di Afghanistan akibat serangan Taliban juga semakin banyak.
Jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan tahun ini sudah melampaui 470, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs icasualties.org.
Korban-korban asing terakhir berjatuhan setelah Jendral AS David Petraeus pada 4 Juli mulai memegang komando atas 140.000 prajurit AS dan ISAF di Afghanistan, menggantikan Jendral AS Stanley McChrystal, yang dipecat karena pembangkangan.
Sekitar 10.000 prajurit lagi ditempatkan di Afghanistan pada Agustus sebagai bagian dari rencana untuk meningkatkan tekanan terhadap gerilyawan, khususnya di provinsi-provinsi wilayah selatan, Helmand dan Kandahar.
Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mencakup puluhan ribu prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang hampir sembilan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.
Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer.(*)
(Uu.M014/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010