Jakarta (ANTARA) - Forum Investor Retail AISA (FORSA) mengatakan kasus PT Tiga Pilar Sejahtera Food, perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham AISA, pada hakikatnya merupakan kejahatan pidana pasar modal.
Ketua FORSA Deni Alfianto di Jakarta, Rabu, mengatakan kasus AISA ini bisa berdampak sistemik sehingga kasus yang sudah disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ini bisa diputus oleh majelis hakim dengan hukuman seberat-beratnya atau seumur hidup agar memiliki efek jera.
"Semoga hakim jeli melihat ini. Kalau tidak sengaja itu hanya sekali dilakukan, jika sudah berkali-kali itu namanya sudah pattern atau pola," kata .
Secara umum, FORSA menuntut hukuman berat itu untuk mantan pejabat PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), yakni Stefanus Joko Mogoginta dan Budhi Istanto Suwito. Sebab, sebagai investor retail forum tersebut merasa telah dibohongi oleh kedua pihak hingga menimbulkan kerugian.
Hal itu disampaikan FORSA mengingat saat ini proses persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah mendekati putusan. Joko dan Budhi didakwa dengan Undang-Undang nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal karena melakukan manipulasi laporan keuangan tahun 2017.
Joko dan Budhi diindikasikan menyembunyikan fakta material mengenai perusahaan distributor yang terafiliasi. Selama bertahun-tahun, perusahaan distribusi yang terafiliasi dengan keduanya itu ditulis sebagai pihak ketiga.
FORSA menilai kejahatan yang dilakukan Joko dan Budhi ibarat menjual logam kuningan seharga emas, sebab rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan atas laporan keuangan 2017 yang setelah diaudit investigasi dan laporan keuangan yang diulang kembali oleh manajemen baru ternyata sebenarnya adalah Rp120,00 per saham.
Baca juga: Investor kecewa eks Direksi Tiga Pilar Sejahtera lepas tanggung jawab
Dengan kata lain, ujar dia, minus 120 per saham atau negative equity. Artinya, selama ini nilai buku perusahaan disulap oleh Joko dan Budhi saat menjabat sebagai direksi di kisaran Rp1.300 sampai dengan Rp1.500 per saham.
Deni mengatakan dengan nilai buku yang sebenarnya negatif itu, artinya semua investor yang membeli saham AISA sebelum disuspensi pada Juli 2018 tertipu mentah-mentah oleh direksi AISA kala itu.
Selain itu, manajemen oleh dua bersaudara Joko dan Budhi telah mengakibatkan bisnis beras AISA jatuh bangkrut. Alhasil, FORSA mengungkapkan bahwa kondisi tersebut telah merugikan berbagai pihak.
"Bayangkan, gara-gara bisnis beras pailit akibat pengelolaan kedua terdakwa itu, kerugian pemegang obligasi yang mulai dari pensiunan sampai bank-bank besar itu jika ditotal bisa lebih dari Rp1 triliun," katanya.
Padahal jika masalah pelaporan keuangan tersebut bijak, kata dia, tidak mungkin investor bisa kecolongan membeli saham maupun obligasi AISA.
Selain itu, FORSA berharap regulator atau tepatnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lebih serius dalam melihat dan menangani kasus tersebut.
"Masalah penipuan laporan keuangan ini bukan sesimpel soal administratif saja," katanya.
Baca juga: Pakar: Tindakan mantan Direksi PT Tiga Pilar penipuan pasar modal
Oleh karena itu, FORSA mengharapkan tuntutan terhadap indikasi kejahatan pasar modal yang dilakukan oleh kedua mantan petinggi AISA dapat dijatuhi hukuman maksimal.
Apalagi, korban yang tertipu jumlahnya masif mulai dari orang kecil sampai institusi besar. Kemudian, disuspensinya saham AISA selama hampir tiga tahun lantaran kesalahan manajemen telah menimbulkan dampak psikis dan traumatik pada investor pasar modal, khususnya investor AISA.
Bahkan, hal tersebut turut merugikan citra capital market atau pasar modal Indonesia dan menjadi persoalan serius.
Di samping itu, indikasi kejahatan pasar modal seperti itu sudah seharusnya jangan sampai menimbulkan moral hazard. Jika diabaikan, FORSA memandang regulator cenderung membiarkan pihak-pihak yang tidak memiliki kewenangan atau tanggung jawab untuk membuat laporan kepada institusi termasuk OJK.
"Kalau laporan yang memiliki konsekuensi serius misalnya laporan keuangan dianggap enteng, investor mau percaya kepada data apalagi?" ujarnya.
Di tambah lagi, FORSA melihat selama persidangan terdakwa tidak memiliki rasa penyesalan dan cenderung mengaburkan fakta atau mengingkari kenyataan.
"Jadi minimal, keduanya bisa dijatuhi hukuman penjara 15 tahun. Keduanya juga diharapkan dikenakan denda maksimal Rp250 miliar. Paling tidak denda itu akan membantu pemasukan negara untuk mengatasi pandemi ini," katanya.
Baca juga: Ahli nilai perkara Tiga Pilar Sejahtera Food adalah "human fraud"
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021