Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan pengadilan harus objektif melihat kasus anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera Mukhammad Misbakhun.
Misbakhun dituding memalsukan dokumen akta gadai dan surat kuasa pencairan deposito jaminan untuk pengajuan letter of credit di Bank Century.
"Saya menilai, banyak rekayasa yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk menjerumuskan Misbakhun," kata Bambang di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.
Ia menyebutkan, rekayasa kasus Misbakhun bisa dilihat dari penarikan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh saksi-saksi yang diajukan ke persidangan. Tak hanya itu, adanya BAP yang di copy paste semakin memperjelas rekayasa kasus.
"Belum lagi pengakuan dari mantan pemilik Bank Century Robert Tantular dan Hasan Hermanus Muslim yang tidak mengenal Misbakhun sama sekali. Ini semakin menunjukkan adanya rekayasa untuk membungkam lawan-lawan politik penguasa," kata politisi dari Golkar itu.
Karena itu, dia meminta pengadilan untuk membebaskan Misbakhun berdasarkan fakta-fakta persidangan.
"Saya berharap agar pengadilan bisa membebaskan Misbakhun dan Misbakhun bisa menuntut balik pihak-pihak yang telah melakukan rekayasa," ujar Bambang.
Rekayasa
Tim penasihat hukum Komisaris PT Selalang Prima Internasional (SPI) Mukhammad Misbakhun dan Direktur Utama PT SPI Franky Ongkowardjojo menilai, rekayasa kasus pemalsuan dokumen akta gadai dan surat kuasa pencairan deposito jaminan pengajuan L/C Bank Century, semakin terbukti.
"Terdapat kejanggalan dalam dokumen kepabeanan terkait Bintulu Condensate," katanya.
Menurut anggota tim kuasa hukum Parluhut Simanjuntak, dokumen berbeda itu terletak pada "bill of lading" yang dibawa oleh saksi Petugas Bea Cukai Tuban Jawa Timur Nur Indra. "`Bill of lading` berkas perkara dengan `bill of lading` yang dibawa saksi hari itu tidak sama," katanya.
Dari fisiknya. kata dia, bukti yang dibawa oleh saksi hanya foto kopi dan foto kopi itu bertuliskan non negotiable, namun pada berkas tidak ada.
Kuasa hukum lainnya, Muhammad Assegaf mengatakan, dokumen yang dijadikan dasar penyidikan itu tercantum dalam berkas perkara. Namun, dengan adanya perbedaan dengan yang dibawa oleh saksi, terlihat adanya rekayasa.
Terkait dengan impor condesate yang tercantum dalam dokumen adalah PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), menurut dia, hal yang lumrah dalam perdagangan internasional jika jual-beli yang melibatkan banyak pihak.
PT SPI mengadakan kontrak dengan beberapa perusahaan guna mengajukan usent letter of credit (L/C) untuk condensate itu. Pada akhirnya Java Energy Resources yang mengalihkan barang tersebut kepada TPPI sehingga nama yang tercatat sebagai importir adalah TPPI. "Hal itu diperbolehkan," kata dia.
Sedangkan Misbakhun menegaskan, SPI merupakan pihak yang melakukan supply terhadap supplier dalam hal pengadaan condesante tersebut. Luhut mengistilahkan bahwa SPI ini bertindak sebagai broker dalam transaksi itu.
Kejanggalan tidak terjadi pada kali ini saja. Surat akta gadai dan kuasa pencairan deposito juga mengalami perbedaan antara berkas dengan dokumen yang sebenarnya. "Di dalam surat akta gadai dan surat pencairan deposito juga terjadi. Ada dua selalu, nah ini apa maunya. `Setting` sangat jelas. Ini rekayasa," kata Misbakhun.
(ANT-134/S023/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010