"Ini mengindikasikan bahwa pemerintah semakin memiliki ruang untuk membiayai pembangunan nasional," kata Menkeu dalam Jawaban Pemerintah atas pemandangan umum fraksi-fraksi DPR atas RAPBN 2011 yang disampaikan dalam rapat paripurna DPR di Jakarta, Selasa.
Ia menyebutkan, jika dibandingkan dengan belanja negara, maka pada tahun 2005, total pembayaran bunga utang mencapai sekitar 12,8 persen dari total belanja negara.
"Sementara pada 2011, proporsi tersebut diperkirakan akan jauh turun hingga menjadi 9,7 persen," katanya.
Sebelumnya Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera mempertanyakan mengapa pembayaran bunga utang pada 2011 cukup besar padahal defisit sudah turun.
Menurut Menkeu, pembayaran bunga utang merupakan dampak dari pengadaan/penerbitan utang yang telah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya.
Jumlah pembayaran bunga utang itu setiap tahunnya mengalami fluktuasi, sesuai schedule waktu pembayarannya, dan realisasi variabel yang mempengaruhinya seperti outstanding, nilai tukar, dan tingkat bunga referensi.
Sementara itu terkait dengan pengendalian outstanding utang, menurut Menkeu, selain ditentukan oleh adanya besaran defisit yang harus dibiayai melalui utang, juga ditentukan oleh komposisi menurut currency dan dipengaruhi pergerakan nilai tukar.
"Karena itu pemerintah senantiasa mengutamakan sumber utang domestik dengan mata uang rupiah, dan mengurnagi utang dengan mata uang valas, terutama yang memiliki volatilitas tinggi," katanya.
Pemerintah juga menyatakan sependapat dengan pandangan perlunya meningkatkan kemandirian ekonomi secara penuh dengan mengurangi ketergantungan kepada pinjaman luar negeri melalui upaya pengembangan pasar domestik surat berharga negara (SBN), dengan memprioritaskan penerbitan SBN di dalam negeri.
"Upaya tersebut tercermin dari pinjaman luar negeri yang dipertahankan dalam jumlah negatif, dengan memaksimalkan sumber utang yang berasal dari pasar keuangan," kata Menkeu.
(ANT/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010