Banda Aceh (ANTARA) - Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Aceh (KPPAA) meminta kepolisian menjerat pelaku sodomi terhadap anak di bawah umur di Kota Lhokseumawe menggunakan UU Perlindungan Anak, bukan dengan Qanun (peraturan daerah) tentang Hukum Jinayat.
"KPPAA mendorong semoga polisi menangani pelaku dan korban dengan UU Perlindungan Anak, bukan dengan Qanun Jinayat," kata Komisioner KPPAA Firdaus Nyak Idin di Banda Aceh, Senin.
Sebelumnya, polisi menangkap seorang pemuda karena diduga melakukan pelecehan seksual dengan cara sodomi terhadap anak di bawah umur di dalam toilet Masjid Islamic Center Kota Lhokseumawe.
Baca juga: Jaksa ajukan kasasi vonis bebas dua terdakwa pemerkosa anak di Aceh
Kini, pelaku berinisial AM (21) sudah diamankan ke Polres Lhokseumawe guna dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Firdaus mengatakan, jika pelaku pelecehan tersebut dijerat dengan dengan qanun jinayat, maka korban yang sudah beberapa kali disodomi akan berpotensi menjadi pelaku di kemudian hari apabila terdapat unsur kerelaan, karena proses rehabilitasinya tidak tuntas.
Sementara dengan UU Perlindungan Anak, kata Firdaus, anak yang menjadi korban tetap dianggap korban, sehingga harus mendapatkan penanganan maupun rehabilitasi secara tuntas.
Baca juga: Cabuli anak di bawah umur, Remaja di Aceh ditangkap polisi
"Karena tanpa rehabilitasi tuntas, anak korban sodomi sepanjang umurnya cenderung menjadi pelaku. Apalagi setelah diketahui ternyata pelaku pun dulunya adalah korban," ujarnya.
Selain itu, lanjut Firdaus, KPPAA juga meminta pemerintah daerah di Aceh harus benar-benar tanggap menangani serta memberikan rehabilitasi terhadap korban pelecehan seksual tersebut secepat mungkin.
"Kami juga minta polisi menelusuri kemungkinan adanya korban lain, termasuk menelusuri korban yang ada, atau kemungkinan telah menjadi pelaku dengan korban yang lain pula," kata Firdaus.
Baca juga: Orang tua di Aceh disarankan atasi kasus pelecehan seksual anak
Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021