Meski demikian, ada juga daerah yang kembali menutup sekolah karena tingginya angka kasus di daerah itu. Contohnya di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, yang kembali menutup sekolah seiring dengan meningkatnya kasus COVID-19 di daerah itu.
“Buka tutup sekolah pada era pandemi COVID-19 merupakan hal yang wajar. Tidak hanya terjadi di Indonesia, di negara lain pun seperti itu,” ujar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, beberapa waktu lalu.
Pemerintah menargetkan setidaknya 5,5 juta pendidik dan tenaga kependidikan mendapatkan vaksinasi hingga akhir Juni 2021. Nadiem menambahkan sudah banyak pemerintah daerah dan satuan pendidikan yang mulai melaksanakan PTM terbatas dengan protokol kesehatan yang ketat, yakni dengan memperbolehkan kehadiran 50 persen dari total kapasitas peserta didik, memakai masker, menjaga jarak aman, dan tidak ada aktivitas di kantin.
Selain vaksinasi, upaya lain yang dilakukan Kemendikbudristek dalam menyiapkan PTM terbatas yakni dengan menyelenggarakan seri webinar guru belajar PTM terbatas.
Melalui Seri Webinar Guru Belajar, Laman Guru Belajar dan Berbagi dan bisa melihat bukti daya juang, kesungguhan beradaptasi, kecintaan kepada anak-anak, serta kebanggaan menjadi guru yang terus bekerja sama, saling bergandengan tangan, belajar dan berbagi agar pembelajaran tetap berjalan.
Mendikbudristek mengimbau kepada seluruh satuan pendidikan, terutama guru dan tenaga pendidik, yang sudah divaksinasi untuk segera membuka opsi PTM terbatas.
“Saya sungguh kagum dan bangga dengan Ibu dan Bapak yang telah menjadi guru pembelajar, guru yang terus bergotong royong, dan guru yang terus meningkatkan kompetensi diri demi memberikan layanan terbaik kepada anak-anak kita, para penerus bangsa,” ucap Menteri Nadiem.
Sementara itu, Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbudristek, Iwan Syahril, mengatakan bahwa pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama ini sudah terlaksana dengan baik. Namun, apabila hal itu terlalu lama dilakukan maka akan berdampak negatif bagi murid.
“Kendala tumbuh kembang anak, tekanan psikososial, kekerasan terhadap anak yang tidak terdeteksi, serta jumlah anak putus sekolah turut menjadi pertimbangan,” kata Iwan.
Iwan menegaskan bahawa prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi COVID-19 tidak berubah. Kesehatan dan keselamatan murid, pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat tetap merupakan prioritas utama.
“Kebijakan pembelajaran tatap muka terbatas dilakukan apabila Pemerintah Daerah sudah memberikan izin dan satuan pendidikan memenuhi semua syarat berjenjangnya, maka PTM terbatas diperbolehkan. Namun tidak diwajibkan,” kata Iwan.
Iwan berharap PTM dapat diakselerasi dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Oleh karena itu, jika vaksinasi belum dapat dilakukan di suatu daerah maka pemerintah daerah diharapkan untuk mengakselerasi PTM sesuai kondisi pendidikan.
“Setelah mayoritas pendidik dan tenaga kependidikan diberikan vaksin dosis kedua, satuan pendidikan wajib memberikan opsi layanan PTM terbatas. Orang tua atau wali murid dapat memilih bagi anaknya untuk melakukan pembelajaran tatap muka atau tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh,” tegas Iwan.
Peneliti Bidang Sosial The Indonesian Institute, Nisaaul Muthiah, mengatakan bahwa pembelajaran tatap muka (PTM) baik untuk dilakukan jika satuan pendidikan telah siap dengan ceklis kesiapan pembukaan sekolah.
Tidak hanya pada satuan pendidikan saja, tetapi juga Dinas Pendidikan juga harus mendorong persiapan PTM dengan memetakan jumlah guru yang telah divaksin, serta mana saja sekolah yang telah memenuhi ceklis dan belum.
“PTM menjadi penting mengingat banyaknya dampak buruk PJJ bagi kualitas pembelajaran anak. Apalagi, tidak semua daerah di Indonesia dapat mengakses internet. Selain itu, data OECD (2018) juga menunjukkan bahwa hanya 34 persen murid di Indonesia yang memiliki komputer untuk mengerjakan pekerjaan sekolah, serta lebih dari 30 persen murid di Indonesia juga tidak memiliki tempat belajar yang nyaman. Padahal, keduanya merupakan aspek yang penting bagi efektifitas PJJ,” kata Nisaaul.
Untuk perbaikan kualitas pembelajaran anak kedepannya, Kemendikbudristek dan Kominfo harus bekerja sama untuk lekas mengupayakan pemerataan internet. Hal itu dikarenakan pembelajaran secara daring ini tetap akan menjadi bagian dari proses pembelajaran anak-anak.
Terkait persiapan PTM, Dinas Pendidikan juga harus memetakan masalah pendidikan di masing-masing daerah. Misalnya dengan pemetaan pada jumlah guru yang sudah divaksin, serta bagaimana tingkat penyebaran virus COVID-19 di daerah tersebut. Hal tersebut penting untuk mengambil keputusan apakah sekolah-sekolah di daerah tersebut siap untuk melakukan PTM.
Baca juga: Pemerhati sebut pembelajaran jarak jauh kurang maksimal
Baca juga: Epidemiolog ingatkan PTM terbatas harus dengan kehati-hatian
Tidak hanya sekadar vaksinasi
Pemerhati pendidikan dari Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) Muhammad Nur Rizal, ancaman hilangnya kesempatan belajar atau learning loss akibat pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak hanya terjadi saat pandemi COVID-19 tetapi jauh sebelum pandemi.
“Pandemi hanya semakin menyadarkan kita bahwa learning loss tersebut ada. Tapi sebenarnya learning loss itu sudah terjadi sejak dulu. Terjadi akibat kebijakan politik yang salah dan paradigma pendidikan yang masih birokratis dan berfokus pada permasalahan konten. Untuk itu, perlu dilakukan perubahan menyeluruh dari tingkat Presiden hingga ke pemerintah daerah,” kata Rizal.
Rizal juga meminta agar pelaksanaan PTM terbatas tidak hanya dibekali vaksinasi dan protokol kesehatan. Kemendikbudristek dinilai perlu memperhatikan pedagogi dan kurikulum.
“Jika pedagogi dan kurikulum diabaikan maka dikhawatirkan akan menambah persoalan baru. Kemendikbudristek, hendaknya tidak hanya mempersiapkan PTM terbatas tetapi juga harus memikirkan substansi yang diajarkan,” kata Rizal
Pelaksanaan PTM terbatas dengan sistem bauran atau blended learning yang memadukan pembelajaran daring dan luring merupakan sistem yang tepat karena pelaksanaan pembelajaran daring tak lagi bisa terelakkan.
Meski demikian, tantangan guru pada pelaksanaan PTM terbatas tidak sedikit karena guru dituntut untuk menggelar dua metode pembelajaran sekaligus yakni tatap muka dan tatap maya.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan PTM serentak yang rencananya akan dimulai pada tahun ajaran 2021/2022 akan mengutamakan keselamatan siswa dan mencegah terjadinya penularan di lingkungan satuan pendidikan.
“Tetap mempertimbangkan kondisi dan perkembangan pandemi serta zonasi risiko di setiap daerah, serta cakupan program vaksinasi yang diberikan kepada tenaga pendidik,” kata Wiku.
Pemerintah dan Satgas di daerah akan memastikan seluruh kondisi dalam pertimbangan tersebut terpenuhi. Dengan begitu, saat penyelenggaraan PTM, akan terlaksana dengan aman dan mencegah adanya risiko penularan di lingkungan satuan pendidikan.
Sebelumnya, Pemerintah mengizinkan dibukanya kembali Pembelajaran Tatap Muka melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani empat menteri. Diantaranya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Menteri Kesehatan (Menkes) dan Menteri Agama (Menag). Dalam SKB tersebut, pembelajaran tatap muka bisa dilakukan pada tahun ajaran baru 2021/2022.
PTM terbatas berbeda dengan pembelajaran tatap muka biasa. Sekolah harus memastikan jarak antarpeserta didik. Minimal jaga jarak 1,5 meter dan maksimal 18 peserta didik per kelas, yang biasanya 36. Kapasitas murid hanya diperbolehkan separuh dari kondisi normal.
Sekolah diberikan kewenangan untuk memilih jika mau melaksanakan PTM hanya dua kali di sekolahnya diperbolehkan. Jika mau pecah rombongan belajar dari satu menjadi tiga juga silahkan dipecah. Pihaknya memberikan kebebasan untuk menentukan bagaimana teknis pelaksanaan PTM terbatas. Pada saat vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan selesai, maka harus menyediakan opsi PTM terbatas dan itu dilakukan secara bertahap.
Sekolah juga yang menentukan apakah pelaksanaan PTM terbatas dilakukan dua hari atau tiga hari dalam sepekan. Pihaknya ingin sekolah mulai latihan pembelajaran tatap muka, meskipun hanya maksimal 50 persen dari kapasitas per kelas. Pelaksanaan harus menerapkan protokol kesehatan yakni menggunakan masker, cuci tangan pakai sabun, dan menjaga jarak.
Pembelajaran tatap muka telah menjadi pilihan terbaik agar peserta didik dapat mengejar ketertinggalan ilmu yang tertunda sebagai dampak pandemi COVID-19. PTM Terbatas diharapkan mampu mengembalikan semangat peserta didik untuk berkompetisi.
Baca juga: Pemerhati : PTM terbatas jangan hanya fokus pada protokol kesehatan
Baca juga: Kemendikbud : PTM terbatas untuk kurangi penurunan kompetensi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021