Kabul (ANTARA News/Reuters) - Tujuh prajurit AS tewas dalam dua serangan bom pinggir jalan di Afghanistan selatan, Senin, kata Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO.
Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat terburuk sejak Taliban digulingkan dari kekuasan oleh pasukan pimpinan AS pada akhir 2001, dengan peningkatan jumlah korban di kalangan tentara asing, prajurit Afghanistan serta warga sipil.
Jumlah prajurit asing yang tewas di Afghanistan tahun ini sudah mencapai lebih dari 470, menurut situs berita www.icasualties.org dan data yang dihimpun Reuters.
Senin, ISAF menyatakan, lima prajuritnya tewas dalam ledakan bom pinggir jalan dalam satu satu insiden di Afghanistan selatan, sementara dua orang lagi tewas dalam serangan bom terpisah, juga di wilayah selatan.
Seorang juru bicara ISAF mengatakan, seluruh tujuh korban tewas adalah prajurit AS.
Sebelumnya, seorang saksi Reuters dan beberapa warga melaporkan melihat sebuah kendaraan lapis baja militer AS terbakar setelah dihantam ledakan bom pinggir jalan di kota Kandahar, Afghanistan selatan.
Belum jelas apakah insiden Kandahar itu merupakan salah serangan bom yang dimaksud oleh ISAF.
Dengan kematian itu, dalam tiga hari ini jumlah prajurit yang tewas menjadi 14. ISAF sebelumnya melaporkan tujuh orang tewas pada Sabtu dan Minggu.
Sekitar 2.050 prajurit asing tewas sejak perang meletus, lebih dari 60 persen dari mereka warga AS. Dari jumlah itu, sedikitnya 259 orang tewas dalam tiga bulan terakhir.
Korban-korban asing terakhir berjatuhan setelah Jendral AS David Petraeus pada 4 Juli mulai memegang komando atas 140.000 prajurit AS dan ISAF di Afghanistan, menggantikan Jendral AS Stanley McChrystal, yang dipecat karena pembangkangan.
Sekitar 10.000 prajurit lagi ditempatkan di Afghanistan pada Agustus sebagai bagian dari rencana untuk meningkatkan tekanan terhadap gerilyawan, khususnya di provinsi-provinsi wilayah selatan, Helmand dan Kandahar.
Para komandan NATO telah memperingatkan negara-negara Barat agar siap menghadapi jatuhnya korban karena mereka sedang melaksanakan strategi untuk mengakhiri perang lebih dari delapan tahun di negara itu.
Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.
Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO mencakup puluhan ribu prajurit yang berasal dari 43 negara, yang bertujuan memulihkan demokrasi, keamanan dan membangun kembali Afghanistan, namun kini masih berusaha memadamkan pemberontakan Taliban dan sekutunya.
Kekerasan di Afghanistan mencapai tingkat tertinggi dalam perang hampir sembilan tahun dengan gerilyawan Taliban, yang memperluas pemberontakan dari wilayah selatan dan timur negara itu ke ibukota dan daerah-daerah yang sebelumnya damai.
Sekitar 520 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.
Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.
Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) mengakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010