Surabaya (ANTARA News) - Aparat reserse kriminal Polrestabes Surabaya berhasil membongkar praktik trafficking atau penjualan gadis di bawah umur serta membekuk seorang pelaku yang merupakan mucikari.
Kepala Stuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar (Kasat Reskrim Polrestabes) Surabaya, AKBP Anom Wibowo, mengatakan bahwa pihaknya membongkar kasus ini setelah menerima informasi bahwa pelaku seorang mucikari dan memiliki gadis-gadis yang masih belia.
"Setelah kami telusuri, ternyata benar. Pelaku kami ringkus ketika sedang melakukan transaksi di Hotel Fortuna Surabaya. Tanpa bisa mengelak, pelaku kami gelandang ke kantor polisi," ujarnya, Senin.
Pelaku berinisial PS, warga Jln. Larangan, Kenjeran, Surabaya. Kini, pria berusia 27 tahun tersebut meringkuk di sel Polrestabes dan masih menjalani pemeriksaan untuk membongkar kasus ini lebih lanjut.
"Perbuatan yang dilakukan pelaku ini termasuk trafficking, karena melakukan jual beli anak di bawah umur. Gadis-gadis yang ditawarkannya berusia mayoritas di bawah 17 tahun, " tutur Anom.
Sebelum ditangkap, polisi memang sudah memantau sepak terjang pelaku sejak lama. Hingga akhirnya, polisi mendapatkan informasi bahwa akan ada transaksi antara PS dengan seorang lelaki hidung belang pada pertengahan pekan lalu.
"Ketika ditangkap, pelaku sedang menawarkan gadis berusia 16 tahun berinisial SD, dan VI, yang berusia 17 tahun. Kedua gadis itu warga Jln. Simopomahan, Surabaya," terang mantan Kasat Pidum Ditreskrim Polda Jatim tersebut.
Sementara itu Kasubag Humas Polrestabes Surabaya, Komisaris polisi Wiwik Setyaningsih mengemukakan, dari hasil pemeriksaan yang dilakukannya, tercatat pelaku memiliki 17 anak gadis yang siap diperjualbelikan.
Menurut dia, diduga kuat PS merupakan anggota jaringan trafficking yang selama ini beraksi. Hanya saja, di depan penyidik, pelaku bersikeras hanya melakukannya seorang diri.
"Penyidik tidak percaya begitu saja dan masih melakukan penyidikan lebih lanjut. Siapa tahu pelaku memang termasuk dalam kelompok atau jaringan khusus," ujar Wiwik.
Ia menambahkan, tarif untuk SD dan VI berkisar hingga Rp1 juta. Dari jumlah tersebut, pelaku mengambil bagian antara Rp500 hingga Rp700 ribu. Tidak hanya itu saja, PS juga masih mendapat keuntungan dari pelanggannya.
Selain memeriksa pelaku dan para gadis yang statusnya sebagai saksi, polisi juga menyita barang bukti berupa akta kelahiran asli SD yang terlahir di Surabaya, 30 Agustus 1994. Satu lembar ijazah Madrasah Tsanawiyah, serta ponsel merk Nokia.
Atas perbutannya tersangka dijerat pasal 2 juncto pasal 17 UU RI 21/1997 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) atau pasal 88 UU RI 23/2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
(T.ANT-165/I007/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010