Jakarta (ANTARA) - Pakar genetika dari IPB University, Prof Ronny Rachman Noor menyoroti fenomena COVID-19 dapat menulari hewan, meski belum ada bukti bahwa hewan memainkan peran penting dalam menyebarkan penyakit kepada manusia.
"Namun data di lapangan menunjukkan bahwa telah terjadi penularan COVID-19 pada berbagai spesies di seluruh dunia seperti anjing, kucing, kera dan cerpelai (mink)," kata Ronny dalam keterangan IPB University yang diterima di Jakarta pada Minggu.
Baca juga: Peneliti IPB tekankan perlunya basis tipologi dalam pengembangan desa
Guru Besar Fakultas Peternakan IPB itu menjelaskan bahwa kasus penularan COVID-19 kepada kucing dan anjing telah dilaporkan di beberapa negara, seperti penularan terhadap anjing di Hongkong dan kucing yang dites positif COVID-19 di Inggris.
Selain itu ditemukan juga kasus COVID-19 pada harimau di Kebun Binatang Bronx di New York, Amerika Serikat. Dengan kasus baru-baru ini adalah delapan gorila di Kebun Binatang San Diego, California, AS juga dinyatakan positif COVID-19 diduga karena terpapar penjaga yang terinfeksi penyakit tersebut.
Baca juga: IPB: Sumur Resapan Biber solusi pengelolaan plastik non-ekonomis
"Masalah yang lebih serius terjadi pada cerpelai yang merupakan hewan semi akuatik yang dibudidayakan untuk diambil bulunya. Beberapa negara telah melaporkan infeksi pada mink dan dalam beberapa kasus sangat parah dan mengalami kematian," ujarnya.
Angka penularan terbesar pada mink terjadi di Denmark yang menyebabkan negara itu mengambil keputusan memusnahkan jutaan hewan dan menutup industri peternakan mink sepenuhnya hingga 2022.
Baca juga: Peneliti paparkan tantangan tata kelola kelautan perikanan UU Ciptaker
Hal yang paling mengkhawatirkan, jelas Ronny, adanya bukti bahwa cerpelai telah menularkan virus kembali ke manusia. Dari berbagai kasus yang telah dilaporkan penularan ini diduga terjadi dari manusia ke hewan peliharaan, namun jika di kemudian hari terjadi penularan kembali dari hewan ke manusia dengan varian virus hasil mutasi maka pandemi akan semakin sulit untuk dikendalikan.
Penularan virus COVID-19 yang bukan tidak mungkin akan meluas juga memberikan sinyal lampu merah bagi hewan-hewan terancam seperti gorila dan hewan langka lainnya, karena dapat menjadikan hewan yang sudah berstatus langka akan semakin terancam.
Selain itu terdapat kekhawatiran jika virus menyebar ke hewan akan dapat muncul varian hasil mutasi.
Kekhawatiran akan terjadi penularan kembali dari hewan ke manusia dengan virus yang telah mengalami mutasi memunculkan pemikiran diperlukannya vaksin COVID-19 khusus untuk hewan.
Hal itu diperlukan tidak saja untuk memutus rantai penularan antar manusia ke hewan dan antara hewan, namun juga mengantisipasi penularan balik dari hewan ke manusia.
"Rusia tercatat sebagai negeri pertama di dunia yang berhasil mengembangkan dan memproduksi vaksin COVID-19 khusus untuk hewan dan telah disetujui penggunaannya bulan ini. Vaksin yang diproduksi Rusia ini dinamakan Carnivak-Cov yang dapat digunakan pada anjing, kucing, mink, rubah serta hewan lainnya," tuturnya.
Hasil uji klinis vaksin tersebut telah dilakukan pada Oktober tahun lalu dan menghasilkan antibodi 100 persen pada semua hewan yang divaksin. Jenis vaksin khusus untuk hewan juga telah dikembangkan oleh perusahaan farmasi Amerika, Zoetis, sejak tahun lalu.
Vaksin tersebut dinilai aman dan efektif terhadap kucing serta anjing dan telah diuji untuk gorila serta uji coba terhadap orangutan dan bonobo tidak menimbulkan reaksi negatif dan akan segera diuji antibodinya.
"Sebagaimana yang terjadi kasus pada manusia, sambil menunggu pengembangan vaksin khusus untuk hewan, maka protokol kesehatan juga harus diterapkan jika kita berdekatan dengan hewan. Hal tersebut diperlukan untuk mengurangi penularan baik dari manusia hewan peliharaan dan hewan liar ataupun penularan sebaliknya dari hewan ke manusia," ujarnya.
Untuk anjing, jika memang harus keluar maka dapat berjalan di sekitar rumah dan mengurangi frekuensinya. Serta jika keluar harus disesuaikan dengan tetap menjaga jarak ketika bertemu orang lain.
Bagi kucing, Ronny menyarankan untuk tetap berada di dalam rumah dengan hanya sesekali keluar dari rumah dan diusahakan tidak berinteraksi dengan kucing lain.
"Di samping itu kita juga harus secara rutin membersihkan tempat makanan dan minuman setiap hari, demikian juga dengan tempat kotorannya. Saat membersihkan peralatan ini gunakan masker dan cuci tangan dengan menggunakan sabun yang mengandung disinfektan setelah selesai mencuci. Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah jika kita sedang sakit lakukan pembatasan kontak dengan hewan peliharaan kita," demikian Ronny.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2021