Berikut isi potongan narasi yang beredar melalui aplikasi berbagi pesan WhatsApp:
"Pakar imunisasi terkenal ini mengingatkan fakta bhw proses menurunkan jumlah besar manusia yang hidup pada masa kini.
Mereka yang bertahan dijangka akan mampu bertahan hidup sekitar 2 tahun, namun kemampuan tersebut dikurang dengan penambahan top-up suntikan vaksin.
Penambahan vaksin yang sedang dibuat sekarang adalah untuk menyebabkan kemerosotan fungsi organ tertentu dalam badan manusia - termasuklah jantung, paru-paru dan otak."
Namun, benarkah narasi penerima vaksin COVID-19 hanya bertahan hidup dua tahun?
Penjelasan:
Merujuk laman resmi Kominfo, Ketua Satuan Tugas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban menegaskan informasi itu adalah hoaks.
Selain berisi informasi bohong, narasi tersebut juga mencantumkan narasumber yang tidak memiliki kredibilitas terkait vaksin.
Michael (Mike) Yeadon bukanlah ketua saintis di Pfizer. Hingga 2011, Michael Yeadon bekerja sebagai wakil presiden dan kepala ilmuwan di unit penelitian penemuan obat di Pfizer.
Divisi tersebut berfokus pada penelitian medis alergi dan pernapasan, bukan soal vaksin atau penyakit menular, sebagaimana dilaporkan lembaga pencari fakta yang berbasis di Amerika Serikat, Snopes.com.
Mike Yeadon pun lebih dikenal sebagai sosok yang banyak mengeluarkan hoaks soal COVID-19, salah satunya adalah soal vaksin COVID-19 bisa sebabkan kemandulan.
Banyak klaim Yeadon tidak berdasar dan tidak memiliki bukti ilmiah atau empiris.
Klaim: Penerima vaksin COVID-19 hanya bertahan hidup dua tahun
Rating: Hoaks
Cek fakta: Hoaks! Foto perbandingan paru-paru orang sudah dan belum divaksin COVID-19
Cek fakta: Vaksinasi COVID-19 saat haid turunkan imun? Cek faktanya
Cek fakta: Virus dapat hidup lagi dalam vaksin Sinovac?
Pewarta: Tim JACX
Editor: Imam Santoso
Copyright © ANTARA 2021