"Perayaan dengan menonjolkan festival berbeda dengan peringatan yang ada kecenderungan pemaknaan," katanya saat ditemui di Kantor Center for Dialogue and Cooperation among Civilization (CDCC), Jakarta, Jumat.
Menurut Din, contohnya seperti mengadakan acara "umat sharing" sehingga memungkinkan rakyat cerita mengenai keluh kesahnya atau dengan cara lomba Musabaqoh Fahmil Quran (MFQ) dibandingkan acara ceramah yang terus menerus sepanjang tahun.
Ia menilai, realisasi nilai agama pada kehidupan nyata tidak hanya berhubungan dengan perayaan Hari Besar saja, tapi juga tersedianya suasana kondusif di masyarakat.
Selain itu, katanya, langkanya keteladanan di kalangan masyarakat terutama dari kalangan elit beragama juga mempengaruhi minimnya pemaknaan masyarakat dalam menyikapi hari besar agamanya.
"Harus dibangun keteladanan dan hal tersebut haruslah menjadi konsen Organisasi Masyarakat (Ormas) agama untuk membuat keteladanan tersebut," paparnya.
Khususnya pada Hari Besar umat Islam, katanya, yang memiliki banyak Hari Besar yang perlu dimaknai dengan baik.
Ia mengatakan, berbeda dengan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha yang dirayakan dengan melakukan shalat sunah, banyak Hari Besar Islam lainnya yang cenderung tidak memiliki ritual dalam merayakannya hingga perlu adanya kegiatan yang lebih baik.(*)
(ANT-006/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010