Pemerintah, sektor swasta, dan akademisi perlu mendukung startup baru untuk terbentuk dan startup yang sudah ada untuk tumbuh, baik sekarang maupun di masa depan.
Jakarta (ANTARA) - Staf Ahli Menteri Bidang Lingkungan Hidup dan Tata Ruang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Saleh Abdurrahman mengatakan pesatnya perkembangan bisnis startup energi bersih di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Salah satunya, menurut dia, dengan menyiapkan regulasi demi menjaga keberlangsungan bisnis yang mapan.
"Pemerintah, sektor swasta, dan akademisi perlu mendukung startup baru untuk terbentuk dan startup yang sudah ada untuk tumbuh, baik sekarang maupun di masa depan," kata Saleh saat menutup acara APEC Workshop on Achieving Business Sustainability for Clean Energy Start-ups secara virtual, Jumat.
Baca juga: Kementerian ESDM tuntaskan 100 persen rasio elektrifikasi pada 2022
Saleh mengatakan dukungan yang bisa diberikan berupa meningkatkan tingkat keahlian, keterampilan, dan kapasitas di bidang teknologi energi terbarukan; meningkatkan kesiapan teknologi dan kesiapan komersial energi terbarukan; memberikan bantuan teknis dan finansial untuk permulaan energi bersih; dan mengembangkan teknologi, bisnis, dan pasar untuk mengurangi biaya dan meningkatkan penyerapan energi terbarukan.
Menurut dia, krisis pandemi COVID membuat industri sektor energi turut terpukul. Hal ini membuat volatilitas tinggi pada pergerakan harga minyak. Bahkan, perusahaan berbasis fosil rata-rata kehilangan 45 persen dari nilai total pasarnya.
"Ini merupakan penurunan permintaan minyak paling tajam dalam seperempat abad terakhir," jelas Saleh.
Baca juga: Dirjen EBTKE: "Startup" energi dorong kemajuan industri lokal
Sebaliknya, kondisi ini memberikan angin segar bagi industri energi baru terbarukan (EBT). Apalagi nilai investasi EBT menjadi lebih jauh rendah ditopang dengan meningkatnya minat konsumen dan investor terhadap industri tersebut.
"Faktor ini menjadi peluang bagi startup energi bersih mengembangkan bisnis dan memperluas pasar mereka," tambah Saleh.
Saleh menggambarkan biaya pembangunan PLTS fotovoltaik (PV) baru dan PLT Bayu lebih murah dibandingkan menjaga pengoperasian PLT berbasis batu bara.
Misalnya, pergantian 500 Giga Watt (GW) PLTU dengan PV surya dan PLTB akan menekan biaya hingga 23 miliar dolar AS setiap tahun dan mengurangi emisi tahunan sekitar 1,8 Giga Ton (GT) karbondioksida atau setara lima persen dari total emisi karbondioksida global pada 2019.
Selain itu, pergantian ini akan menghasilkan stimulus investasi sebesar 940 miliar dolar AS atau setara satu persen dari PDB global. "Ingat pasar cenderung sensitif pada perubahan harga," ujar Saleh.
APEC Workshop on Achieving Business Sustainbility for Clean Energy Start-ups (EWG 02 2020A) merupakan salah satu project proposal yang disetujui pendanaannya oleh APEC dan merupakan proyek pertama Kementerian ESDM yang didanai sejak berdirinya APEC.
Workshop ini berlangsung selama dua hari pada 27 Mei-28 Mei 2021 dan bertujuan memberikan pelatihan kepada startup, pemangku kebijakan, hingga pelaku bisnis energi bersih negara-negara APEC untuk bertukar pikiran dalam mengembangkan bisnis startup energi bersih berkelanjutan.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021