Jakarta (ANTARA) - Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) mengajak semua pihak untuk terlibat dalam upaya pemulihan mangrove di Indonesia yang akan mendukung mitigasi perubahan iklim.

"Hingga saat ini diperkirakan 600.000 hektare mangrove Indonesia dalam keadaan rusak atau kritis, dan kita perlu memulihkan kembali supaya peran dia untuk mendukung kehidupan makhluk, termasuk kita juga, itu bisa kembali lagi," kata Development dan Marketing Director YKAN Ratih Loekito dalam dialog virtual Mangrove untuk Masa Depan, di Jakarta, Jumat.

Ratih menuturkan mangrove mempunyai kemampuan untuk menyimpan karbon 3-5 kali lebih banyak dari hutan daratan pada luasan yang sama sehingga peranannya sangat strategis dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

Namun dengan daya serap karbon yang tinggi tersebut, kata dia, jika mangrove rusak, maka karbon yang diserap dalam jumlah banyak itu akan terlepas menjadi emisi karbon, dan berkontribusi pada penambahan emisi gas rumah kaca.

Oleh karena itu, ujarnya, perlu konservasi dan pemulihan hutan mangrove agar peranannya terus dapat berjalan dengan baik, terutama dalam menyerap dan menyimpan karbon untuk mitigasi perubahan iklim.

Selain itu, mangrove memiliki berbagai fungsi atau peranan penting, termasuk di antaranya memberikan perlindungan terhadap garis pantai, tempat berkembang biak biota-biota laut, tempat persinggahan dari burung-burung migrasi, membantu untuk mencegah terjadinya abrasi, menghambat kekuatan destruktif dari gelombang besar laut RIdan mencegah terjadinya intrusi air laut ke daratan.

Ada sekitar 3,5 juta hektare hutan mangrove di Indonesia, atau nomor satu di dunia, atau kurang lebih sekitar 23 persen dari luasan ekosistem mangrove dunia.

Dengan luasan itu, hutan mangrove Indonesia memiliki kemampuan untuk menyerap dan menyimpan karbon yang mencapai 3,14 miliar ton karbon, atau setara dengan sepertiga stok karbon di hutan mangrove dunia.

Deforestasi dan degradasi hutan mangrove terjadi di Indonesia, bahkan pernah mencapai sekitar 50 ribu hektar per tahun pada periode tahun 80-an.

Jika deforestasi dan degradasi hutan mangrove terus terjadi di Indonesia, maka akan berdampak signifikan dalam upaya mitigasi perubahan iklim, terutama dalam menyerap dan menyimpan karbon, dan menjalankan fungsi atau peranan penting lainnya untuk kehidupan makhluk hidup. Karbon yang terlepas dari kerusakan hutan mangrove akan berkontribusi pada penambahan emisi gas rumah kaca yang memicu pemanasan global.

Chief Executive Officer (CEO) Ayobantu Agnes Yuliavitriani menuturkan lingkungan pada umumnya dan hutan mangrove khususnya perlu dijaga dari sekarang agar tidak makin rusak, melainkan makin lestari sehingga bisa dinikmati manfaatnya oleh anak cucu dan generasi masa depan. Jika ekosistem mangrove kian rusak, maka dampak negatif akan juga dirasakan oleh kehidupan di generasi masa depan.

CEO Ayobantu Agnes Yuliavitriani berbicara dalam dialog virtual Mangrove untuk Masa Depan, Jakarta, Jumat (28/05/2021). (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak)

Menurut Agnes, isu lingkungan memang masih kurang populer. Oleh karenanya perlu keterlibatan semua pihak untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran publik akan esensi dan pentingnya konservasi, perlindungan, pemeliharaan dan pelestarian lingkungan, terutama hutan mangrove.

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021