Kudus (ANTARA News) - Jumlah penderita HIV/AIDS di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sejak 2008 hingga 2010 mencapai 43 orang, 16 penderita diantaranya meninggal dunia.

"Dari puluhan penderita HIV/AIDS tersebut, terdapat penderita dengan usia termuda sekitar empat bulan, sedangkan tertua berusia 54 tahun," kata Kepala Seksi Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Kudus Pamungkas Tunggul, di Kudus, Jumat.

Berdasarkan data pada tahun 2009, jumlah penderita HIV/AIDS hanya delapan orang. "Tetapi, tahun ini meningkat hingga dua kali lipat lebih," ujarnya.

Dengan adanya lonjakan jumlah penderita setiap tahunnya ini, mengindikasikan jumlah penderita HIV/AIDS di Kudus masih bisa bertambah.

Untuk menekan angka penularannya, diperlukan pemeriksaan secara intensif terhadap masyarakat yang termasuk dalam kategori rentan terhadap penularan virus HIV/AIDS.

"Saat ini, tingkat kesadaran kelompok rentan tertular virus mematikan tersebut untuk memeriksakan kesehatannya memang meningkat. Tetapi, petugas tetap perlu berperan aktif untuk menghindari sikap masyarakat yang mengucilkan penderita," ujarnya.

Hanya saja, dia menyayangkan, meningkatnya tingkat kesadaran kelompok rentan tersebut belum memenuhi kebutuhan, mengingat di Kudus belum punya klinik Penyakit Menular Seksual (PMS).

"Ketentuan yang berlaku, instansi terkait tidak diperbolehkan melakukan pengadaan peralatan medis. Aturannya sekarang harus melalui proses lelang untuk menghindari kasus mark up," ujarnya.

Untuk itu, kata dia, tahun ini tidak bisa mengalokasikan biaya pengadaan peralatan klinik PMS. "Kemungkinan, baru bisa diajukan pada tahun anggaran mendatang," ujarnya.

Meskipun hingga sekarang belum terbentuk Komisi Penanggulangan HIV/AIDS Daerah (KPAD) Kudus, katanya, DKK Kudus beserta LSM yang memang peduli terhadap penularan penyakit mematikan tersebut tetap menjalankan kegiatan penanggulangan HIV/AIDS.

Sebelum KPAD terbentuk, katanya, petugasnya harus mengikuti latihan hingga nantinya disahkan melalui surat keputusan.

Sedangkan upaya yang tetap dilakukan oleh petugas kesehatan kaitannya dalam menanggulangi penyebaran HIV/AIDS, yakni petugas harus tanggap dan memberikan perhatian terhadap penderita HIV/AIDS sebagai salah satu upaya agar tidak menular kepada orang lain.

"Masyarakat yang termasuk kelompok rentan juga harus mendapat perlindungan agar tidak tertular," ujarnya.

Program pengobatan secara teratur, diklaim mampu mencegah seseorang yang mengidap HIV/AIDS menularkannya kepada pihak lain.

"Kelompok risiko tinggi juga perlu dilakukan zero survey. Beruntung, sejauh ini ada yang sudah melakukan prakonseling," ujarnya.

Hanya saja, dia enggan membeberkan hasil kegiatan tersebut, mengingat bersifat rahasia antara petugas kesehatan dengan kelompok rentan yang tidak diperbolehkan dipublikasikan.

Salah seorang aktivis yang bergerak dalam penanggulangan HIV-AIDS, Kelompok Dukung Sebaya (KSD) KASIH-Mengubahku, Miya mengungkapkan, keprihatinannya dengan semakin banyaknya ibu rumah tangga yang menjadi sasaran penularan.

"Kami juga ingin mendapatkan dukungan dari Pemkab Kudus, khususnya penyediaan fasilitas pengobatan, supaya kita tidak selalu mondar-mandir ke Rumah Sakit Kariadi," keluhnya.

Pasalnya, kata dia, tidak semua penderita memiliki uang untuk mengadakan pengobatan.

"Jika tidak difasilitasi, dikhawatirkan meninggkat ke level AIDS akan semakin cepat," ujarnya.

Penderita yang terdeteksi di Kudus, katanya, sering kebingungan melakukan pengobatan karena di Kudus tidak ada klinik yang memenuhi kebutuhan care support treatment (CST).

(ANT/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010