Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Pajak Mochamad Tjiptardjo menyatakan bahwa dirinya belum sepakat dengan wacana atau usulan agar pembayaran zakat dapat dikurangkan sebagai pengurang pembayaran pajak.
"Ini akan menimbulkan pengurangan berganda atau dobel pengurangan sehingga penerimaan pajak akan menurun sangat tajam," kata Mochamad Tjiptardjo di Kantor Pusat Ditjen Pajak Jakarta, Kamis malam.
Menurut dia, wacana pembayaran zakat sebagai pengurang pembayaran pajak merupakan masalah sensitif sehingga harus diverifikasi dan diklarifikasi dengan sejelas-jelasnya.
Ia menjelaskan, berdasarkan UU tentang Perpajakan (UU tentang Pajak Penghasilan/PPh) sebenarnya sudah ada ketentuan mengenai pembayaran zakat sebagai salah satu pengurang penghasilan bruto sehingga juga mengurangi penghasilan kena pajak (PKP).
"Pembayaran zakat melalui badan-badan yang sudah resmi ditunjuk menangani zakat merupakan pengurang penghasilan bruto sehingga pendapatan yang kena pajak juga berkurang," jelasnya.
Ia mengakui, saat ini memang ada wacana menjadikan pembayaran pajak sebagai pengurang pajak. Saat ini ada pembahasan revisi UU tentang Pengelolaan Zakat.
Wacana yang berkembang mengusulkan agar pembayaran zakat dapat langsung dijadikan sebagai pengurang pembayaran pajak.
Ia mencontohkan, jika seseorang kewajiban pembayaran pajaknya mencapai Rp10 triliun dan ia membayar pajak sebesar Rp2,5 triliun maka kewajiban pembayaran pajaknya tinggal Rp7,5 triliun.
"Ini berarti ada pengurangan ganda yaitu pengurangan terhadap penghasilan bruto dan pengurangan terhadap kewajiban pajak yang harus dibayar," jelasnya.
Ketika ditanya berapa besar penurunan penerimaan pajak jika wacana itu direalisasikan, Tjiptardjo menyatakan tidak tahu.
"Kita tidak tahu berapa banyak pembayar pajak dan berapa besar nilai zakat yang dibayarkan," kata Tjiptardjo.(*)
(T.A039/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010