Purwakarta (ANTARA News) - Insiden perusakan dalam aksi unjukrasa menentang pembangunan sebuah patung tokoh pewayangan bima di Purwakarta, Jabar, berujung ke pengadilan setelah pihak yang mengaku "pemilik" patung menggugat secara perdata, Kamis.
Seusai sidang di Pengedilan Negeri Purwakarta, kuasa hukum penggugat, Dulnasir, mengatakan penggugat menuntut ganti kerugian materil sebesar Rp 102 juta dan kerugian imateril sebesar Rp 3 milyar.
"Karena ada perusakan, kami menuntut ganti materil Rp102 juta," katanya.
Sidang dipimpin hakim M Saptono itu berlangsung hanya sekitar 20 menit, dengan agenda proses mediasi, sebelum kasus tersebut berlanjut di pengadilan.
Di luar gedung pengadilan, suasana cukup tegang dengan kehadiran dua kelompok massa kalangan ulama dan berbagai Ormas yang pro dan kontra atas pembuatan patung Bima, yang memaksa puluhan anggota Polri harus beraga-jaga.
Seusai sidang, dan sebagaian besar massa telah membubarkan diri, terlihat Kapolres Purwakarta, AKBP Heri Susanto, keluar dari gedung pengadilan.
Kasus perusakan patung wayang Bima berawal ketika terjadi aksi unjukrasa kalangan ulama dari Forum Ulama Indonesia (FUI) Kabupaten Purwakarta, menentang keberadaan patung tersebut, dua pekan lalu. Para ulama beralasan, keberadaan patung Bima tidak sesuai dengan kondisi Purwkarta yang merupakan kota santri.
Puluhan santri dan ulama berusaha membongkar patung wayang golek ukuran raksasa yang berdiri kokoh di tepi jalan Ibrahim Singadilaga, Purwakarta itu. Akibat aksi tersebut patung mengalami kerusakan dibagian kaki.
Pihak yang mengaku pemilik patung Bima yakni para kepala Kelurahan Nagrikaler, Purwamekar dan Ciwareng, menggugat perdata atas perusakan patung tersebut. Pihak tergugat adalah Ketua FUI Kabupaten Purwakarta, KH Abdullah Joban, yang diwakili kuasa hukum Ichwan Tuankotta dkk.
Sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat, merekomendasikan bahwa patung Bima di Purwakarta itu harus dipindahkan ke tempat yang tidak akan mengundang reakasi negatif dari masyarakat.
Dalam rekomendasi tertanggal 19 Agustus 2010, MUI Jabar yang ditandatangani Ketua Umum KH A Hafiz Utsman dan Sekretaris Umum HM Rafani Akhyar, mencatat berbagai kejanggalam dalam pembuatan patung Bima tersebut.
MUI juga menilai keberadaan patung Bima yang dibuat di Purwakarta merupakan potensi konflik antara masyarakat. Untuk itu MUI Jabar meminta semua pihak mewaspadai terhadap kemungkinan adanya upaya "adu domba" dari pihak tertentu yang tidak menginginkan Purwkaarta kondusif. (ANT-151/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010
Tp saya pernah dengar dr orang PWK langsung bhw itu patung2 di bawanya jg dg kembang2 gt dan ritual yg aneh2 (patung tersebut tdk dibuat di tempat langsung), jd kl menurut saya (tdk anarki) patung tersebut emang tidak pas ada di PWK... karena pendapan dan opini di kalangan masyarakat sudah identik dengan kemusyrikan
Sekarang, Merka menunjukkan kemayoritsannya dg balutan bringas, nan sadis...pandangannya sgat kaku dan fanatik,,,,keras dan menyengat
ini haram itu haram...
ini nggk boleh itu nggk boleh....
mengatasnamakan sbuah LSM berbentengkan kepercyaan
Padahal yang dicari hanya EKSISTENSI, KUANTITAS, tak lebihnya MLM....