Jakarta (ANTARA News) - Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) meminta Komisi Pemberantasan Korupsi menjelaskan dugaan kasus korupsi di Kota Sorong dan Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, yang telah dilaporkan sejak lama dan dinilai telah mempunyai bukti kuat.
"Kami melihat bukti-buktinya cukup kuat baik berbagai kasus di Kota Sorong dan Kabupaten Raja Ampat, namun mengapa tidak ada tindaklanjutnya," kata Ketua GNPK Adi Warman didampingi Ketua Dewan Penasihat Suhandojo (mantan Kepala Humas Kejagung), di Jakarta, Rabu.
Ia menjelaskan kasus di Sorong antara lain penggelembungan pembangunan bandara dan infrastruktur Kota Sorong, serta ganti rugi tanah masyarakat setempat.
"Dana infrastruktur ternyata mengindikasikan adanya mafia anggaran di DPR dan kami punya bukti penyerahan dana 35 persen dari anggaran sebagai dana lobi," katanya.
Demikian juga kasus di Kabupaten Raja Amat antara lain berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menilai ada kerugian daerah yang harus dikembalikan sebesar Rp15 miliar dan Rp14 miliar, serta beberapa penggelembungan (mark up) pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) tahun 2007 dan peningkatan jaringan listrik tahun 2009.
Adi mengatakan masyarakat kedua wilayah itu sudah melaporkan kepada KPK pada 17 Maret 2008, namun hingga kini belum ditindaklanjuti secara serius padahal kerugian negara di daerah tersebut sangat besar.
Adi Warman mengatakan organisasinya juga sudah mengirimkan tim ke daerah tersebut untuk mengumpulkan bukti-bukti dan melakukan klarifikasi kepada pihak terkait.
Ia juga meminta agar pimpinan KPK turun langsung menangani kasus ini dan tidak hanya mengandalkan laporan dari penyidik.
Adi Warman merasa heran mengapa belum ada kemajuan berarti dalam kasus tersebut padahal bukti-buktinya sudah kuat.
Hal yang sama dikatakan oleh Suhandojo. Ia mengatakan bahwa bukti-bukti yang ada cukup kuat. "KPK harus telusuri dengan wajar. Kalau tidak percuma saja rakyat melaporkan kasus itu," katanya. (*)
(T.B013/Z002/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010