Ketika meresmikan Laboratorium Terpadu Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu, ia mengatakan, untuk mempertanggungjawabkan manfaat ilmiah jamu, maka arah pengembangannya harus mengikuti pengembangan obat modern.
Oleh karena proses produksi jamu berbeda dengan obat modern, maka hingga sekarang praktik kedokteran juga belum bisa menerima obat tradisional atau jamu sebagai obat yang diresepkan.
Kalangan industri jamu harus bisa membuktikan secara ilmiah bawah obat berbahan alami itu memberikan manfaat klinik untuk pencegahan atau pengobatan penyakit, serta tidak menimbulkan efek samping alias aman dikonsumsi.
Kalang industri obat tradisional, katanya, perlu trobosan untuk mendapatkan "evidence based", yakni dengan saintifikasi jamu.
Ia mengatakan, saintifikasi jamu adalah penelitian berbasis pelayanan, yaitu pembuktian ilmiah atas manfaat dan keamanan jamu.
"Hal yang sangat penting dan mendasar dari sintifikasi jamu adalah pencatatan medis yang lengkap dan cermat, serta menggunakan formula yang sama dan telah disepakati," katanya.
Semua fasilitas kesehatan melaksanakan pelayanan kesehatan obat tradisional (jamu) dengan catatan medis dan formula yang sama, dan promosi jamu kepada masyarakat luas terutama ditujukan untuk pemeliharaan kesehatan sehingga tidak mudah terserang penyakit.
Menurut data Susenas 2007, katanya, diketahui bahwa penduduk yang memilih mengobati sendiri dengan obat tradisional sebanyak 28,69 persen, meningkat dalam waktu tujuh tahun yang semula hanya 15,2 persen.
"Data Riskesdas 2010 sungguh merupakan data yang fantastis. Dari populasi di 33 provinsi, dengan sekitar 70.000 rumah tangga dan 315.000 individu, secara nasional 59,29 persen penduduk Indonesia pernah minum jamu," katanya.
Angka ini menunjukkan peningkatan penggunaan jamu/obat tradisional secara bermakna. "Ternyata 93,76 persen masyarakat yang pernah minum jamu menyatakan bahwa minum jamu memberikan manfaat bagi tubuh," katanya.
Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo pada acara itu mengatakan, provinsi ini mempunyai potensi tanaman jamu yang luar biasa, tetapi sampai sekarang ini belum dibudidayakan secara maksimal untuk meningkatkan perekonomian petani.
"Di Jawa Tengah sampai sekarang ini ada 11 pabrik jamu besar dan 77 pabrik jamu sedang, tetapi potensi yang ada itu tetap saja belum dimanfaatkan maksimal," katanya.
Untuk itu dengan adanya laboratorium terpadu tersebut diharapkan bisa membantu mengatasi persoalan ini utamanya dalam pengembangan tanaman obat dan jamu.
"Petani di Jawa Tengah banyak yang menanam jahe, tetapi setelah panen dijual tidak laku, karena kadar airnya terlalu besar. Untuk itu diharapkan dengan adanya laboratorium tersebut bisa membantu menanam jahe yang baik beserta bibitna," katanya.
Bupati Karanganyar Rina Iriani SR mengatakan di daerahnya banyak petani yang menanam jahe untuk pembuatan jamu yang bekerjasama dengan PT Sido Mulcul dan untuk tahun mendatang akan dikembangkan lagi. (J005/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010