berangkat dari kesadaran 40 tahun terakhir melakukan advokasi hak ekologis dan hak rakyat melihat krisis lingkungan terjadi sebagai akumulasi dari model ekonomi kapitalis...

Jakarta (ANTARA) - Organisasi publik Wahana Lingkungan Hidup Indonesia meluncurkan buku yang menawarkan alternatif model Ekonomi Nusantara sebagai tolok ukur kesejahteraan sebuah bangsa.

"Kami ingin tunjukkan bahwa 'the other world' itu bisa. Kalau berpikir hegemoni gambar pemandangan itu berarti harus dua gambar gunung di tengahnya matahari dan ada jalan di sana, ekonomi kita 'dididik' seperti itu. Di kepala kita sudah dicetak bahwa kemajuan bangsa, suatu bangsa dianggap besar seperti itu. Kita tidak ada imajinasi lain," kata Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nur Hidayati saat meluncurkan buku Ekonomi Nusantara: Tawaran Solusi Pulihkan Indonesia secara daring di Jakarta, Selasa.

Walhi melakukan penelitian ekonomi Nusantara berangkat dari kesadaran mereka yang dalam 40 tahun terakhir bergerak melakukan advokasi hak ekologis dan hak rakyat melihat krisis lingkungan terjadi sebagai akumulasi dari model ekonomi kapitalis yang sudah lama menjadi arus utama secara global dan dianut Indonesia, ujar Nur Hidayati. Hasil penelitian di Bengkulu, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Jawa Timur dan Bali selama dua tahun tersebut kemudian dibukukan.

Menurut dia, model seperti itu mengikis ekonomi komunitas yang beragam di Indonesia. Ekonomi yang berangkat dari interaksi dari waktu ke waktu yang sangat erat antara manusia, komunitas, dan ruang hidupnya, sehingga ekonomi rakyat sangat bergantung pada tempat hidup dan tinggalnya.

"Ekonomi modern menegasikan keunikan diversitas lanskap dan wilayah ekosistem di mana masyarakat dan ekosistem berinteraksi selama ini, karenanya kami bilang perlu ada wacana tanding terhadap model ekonomi yang hanya akan menghasilkan krisis dan kemiskinan dan kerusakan lingkungan hidup untuk generasi sekarang dan akan datang," katanya.
Baca juga: Menkominfo: UMKM masa depan ekonomi digital
Baca juga: Hari Nusantara momentum segarkan kembali visi poros maritim dunia

Buku yang ditulis oleh Boy Jerry Even Sembiring, Tanti Budi Suryani, dan Bagas Yusuf Kausan tersebut, menurut Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Prof Sri-Edi Swasono, bagus untuk mendidik pemerintah dan rakyat. Untuk tahu bahwa saat ini ada yang melenceng dari konstitusi dan Pancasila, terutama Sila ke-5 yang berbunyi "Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia".

"Buku ini diterbitkan sebagai tawaran solusi alternatif dari kerusakan lingkungan. Walhi melalui Ekonomi Nusantara menaruh itu sebagai dasar gerak dasar ilmu pengetahuan dan teknologi. Ekonomi Nusantara memposisikan diri sebagai suatu gerakan atau paham dengan antipertumbuhan, tujuannya mengkritik PDB dan 'income per capita'," ujar Sri-Edi.

Menantu dari Bung Hatta itu mengatakan model ekonomi kapitalis memang sudah sejak lama "menjerumuskan" kampus-kampus di Indonesia. Orang-orang ekonomi tidak pernah tahu kapan harus "landing", padahal jika ada "take-off" harus ada saat mendaratnya.

Ia menyebut Club of Rome sudah menyimpulkan perihal batas pertumbuhan ekonomi (the Limits of Growth) di tahun 1970-an, lalu ada "Beyond the Limit" karena lubang ozon yang sudah terbuka lebar. Karenanya perlu ada saat mendarat dan dipersiapkan tempatnya, itu yang ditawarkan Walhi dengan Ekonomi Nusantara.

Ketua Asosiasi Antropologi Indonesia Suraya A Afiff dari Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia mengapresiasi keberanian Walhi mengutarakan sesuatu yang inspiratif, berupa imaginasi tanding dari model ekonomi kapitalis yang dianut secara global saat ini.

Menurut dia, akademisi progresif di Indonesia perlu mulai memberikan perhatian pada imajinasi-imajinasi tanding seperti yang ada dalam buku lima bab tersebut. Wacana yang ditawarkan dapat menjadi alternatif di tengah pusaran wacana global berupa pertumbuhan ekonomi dan trickle-down economics yang sudah bangkrut terdampak pandemi COVID-19.

Trickle-down economics adalah sebuah konsep ekonomi di mana memberikan kelonggaran pada orang kaya atau pemilik modal yang pada akhirnya diharapkan akan "merembes" hingga ke masyarakat kecil sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.
Baca juga: Anggota DPR sebut wirausahawan bantu pemerataan ekonomi Nusantara

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021