Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB University Prof Hasjim Bintoro menyarankan agar tanaman sagu menjadi tanaman di food estate dalam rangka pemenuhan pangan sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
"Sagu itu berbeda, tidak merusak vegetasi. Karena kita dapat bahan makanan dari pohonnya, tanpa harus merusak hutan. Jangan sampai kita nanti baru menyadari bahwa sagu ini dapat menyelamatkan kita, dan ternyata sudah habis karena perusakan hutan," kata Hasjim dalam keterangannya, Jakarta, Selasa.
Food Estate merupakan suatu program jangka panjang pemerintahan Indonesia untuk menjaga ketahanan pangan dalam negeri.
Hasjim menuturkan pembangunan food estate memerlukan masukan-masukan dari para ahli agar kebijakan dan langkah yang diambil tidak merugikan baik untuk manusia maupun ekosistem.
Baca juga: 120 hektare lahan gambut di Sungai Apit bakal ditanami sagu
Baca juga: Pemprov Babel akan bangun kebun pembibitan sagu
Oleh sebab itu, menurut Hasjim, tanaman yang dilibatkan dalam program food estate juga harus berdasarkan riset yang mengarah kepada keberlanjutan, bukan hanya tujuan keuntungan produktivitas.
Dia mengatakan program food estate perlu menyesuaikan kebijakannya terhadap alam, sehingga kolaborasi antara pemenuhan pangan dan kelestarian lingkungan dapat terwujud.
Menurut dia, sagu menjadi salah satu tanaman yang tepat untuk dikembangkan secara berkelanjutan.
Dia menuturkan sagu memiliki beberapa keunggulan baik secara kegunaan bahan pangan maupun dalam mendukung tercapainya keseimbangan alam.
Uniknya, sagu adalah tanaman yang tidak merepotkan. Ketersediaan sagu di alam cukup untuk dipanen, tidak perlu dipelihara dan tidak perlu juga ditanam.
"Sagu yang masih dalam bentuk pohon, masih aman dari banjir, karena yang dipanen adalah isinya sedangkan batangnya itu kuat. Hal ini akan berbeda dengan tanaman musiman lainnya, yang apabila banjir maka akan menyebabkan gagal panen," tuturnya.
Hasjim mengatakan kekurangan dalam pengembangan sagu terletak pada infrastrukturnya. Nilai ekonomis pengolahan sagu untuk dapat memberikan keuntungan dari sisi infrastruktur adalah 40.000 hektar.
"Kita harus terintegrasi, Insya Allah jika itu kita lakukan, maka tidak akan ada lagi wilayah miskin. Hal ini melibatkan seluruh komponen yang terlibat dalam birokrasi sagu," ujarnya.*
Baca juga: Anggota DPR ingin program "food estate" dievaluasi
Baca juga: Bappenas segera rampungkan rencana induk "food estate"
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021