Jakarta (ANTARA News) - Jejak pendapat yang dilakukan. Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dengan tenaga ahli dari FISIP UI menyimpulkan 57,6 persen masyarakat menerima pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)M"Sedangkan yang menolak 24,6 persen dan sisanya 17,8 persen menjawab tidak tahu.," kata Guru Besar Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Prof Dr Ibnu Hamad yang memimpin Jejak Pendapat Iptek Nuklir Jawa-Bali kepada pers di Jakarta, Selasa. Jejak pendapat tersebut dilakukan pada Mei-Juni 2010 di 22 daerah di tujuh provinsi Jawa-Bali dengan jumlah responden 3.000 orang yakni 2.000 dari masyarakat umum dan 1.000 orang dari kategori khususMayoritas respond yang menerima rencana tersebut berasal dari pengurus ormas 75,8 persen, anggota DPRD 74,2 persen dan aparat pemerintah daerah 70,5 persen, sementara pengurus LSM dan tokoh masyarakat juga menerima masing-nmasing 62,2 persen dan 58,5 persen.Sedangkan untuk kategori masyarakat umum yang kebanyakan ibu rumah tangga 52,4 persen menerima dan hanya 25,8 persen yang menolak.Setiap provinsi yang disurvei semuanya menunjukkan penerimaan lebih banyak daripada yang menolak, termasuk di Kabupaten Jepara yang direncanakan akan menjadi tapak PLTN., 55,3 persen menerima.Sebesar 57,6 persen responden yang menerima rencana pembangunan PLTN dengan alasan energi nuklir dapat membantu kestabilan pasokan energi, karena program pemerintah dan berkontribusi pada perkembangan iptek di Indonesia. Sedangkan yang menolak dengan alasan khawatir terjadi kecelakaan, khawatir digunakan sebagai senjata nuklir dan bisa menimbulkan pencemaran radio aktif.Sedangkan persepsi masyarakat tentang PLTN, sebanyak 75 persen netral dengan menganggap PLTN sebagai pembangkit listrik, 10 persen menganggapnya sebagai energi alternatif dan yang berpersepsi negatif 8,5 persen yakni pembangkit listrik berbahaya.Sementara itu, Kepala Batan Dr Hudi Hastowo mengatakan, pihaknya berharap setelah adanya jejak pendapat ini keputusan dalam merealisasikan pembangunan PLTN tidak lagi diundur-undur karena akan berdampak pada pasokan listrik di masa depan.(T.D009/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010