Pengendalian yang memanfaatkan teknologi juga sangat dibutuhkan seperti pemanfaatan feromon ini. Dalam sehari bisa diperoleh 10-20 ekor wangwung maupun tembirang dalam perangkap

Jakarta (ANTARA) - Dosen Muda Departemen Proteksi Tanaman IPB University, Nadzirum Mubin, mengemukakan "feromon" bisa mengendalikan hama wangwung dan tembirang pada tanaman kelapa.

"Pengendalian konvensional sudah banyak dipatahkan oleh hama wangwung dan tembirang ini. Pengendalian yang memanfaatkan teknologi juga sangat dibutuhkan seperti pemanfaatan feromon ini. Dalam sehari bisa diperoleh 10-20 ekor wangwung maupun tembirang dalam perangkap. Sedangkan durasi dari feromon sendiri bisa bertahan hingga dua bulan,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Kondisi itu diketahui Nadzirum saat berkunjung ke sentra produsen kelapa di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang sudah sejak lama menjadi pusat penelitian dan pengembangan kelapa kopyor.

Produktivitas kelapa kopyor di Kabupaten Pati tergolong tinggi, sehingga kabupaten tersebut dijadikan role model dalam pengembangannya.

Salah satu yang diteliti adalah lima kebun kelapa kopyor berjenis kelapa genjah dan kelapa dalam milik petani bernama Najibuddin.

Umumnya kelapa yang ditanam adalah jenis genjah karena waktu yang dibutuhkan untuk berbuah hanya membutuhkan kurang lebih tiga hingga empat tahun. Jenis kelapa tersebut lebih cepat berbuah dibandingkan dengan kelapa dalam yang minimal mencapai enam tahun untuk dapat berproduksi.

Menurut Nadzirum, pengembangan yang dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Kelapa Kopyor di Taman Kencana, Bogor, Jawa Barat, dulunya mengambil sumber plasma dari Pati. Sehingga nama Kabupaten Pati khususnya Kecamatan Tayu sangat kental dengan nuansa kelapa kopyornya.

“Memang tidak seperti pengembangan yang dilakukan oleh balai tersebut, kelapa kopyor di Pati masih menerapkan sistem konvensional. Cara perbanyakan dan budidayanya masih mengikuti cara-cara lama,” katanya.

Alhasil, kata Nadzirum, serangan hama masih umum dijumpai dan ternyata diperparah dengan banyaknya penanaman bibit kelapa kopyor di rumah penduduk. Hal ini memicu kedatangan dari organisme pengganggu salah satunya hama.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh pemilik kebun, serangan hama yang umum dijumpai adalah serangan hama kumbang dengan jenis kumbang kelapa atau oryctes rhinoceros.

Kumbang ini juga dikenal dengan kumbang tanduk karena mempunyai tanduk kecil seperti badak. Selain itu, di Kabupaten Pati biasa menyebutnya nama kumbang tanduk ini dengan istilah “wangwung.”

Kumbang kelapa ini berwarna cokelat kehitaman, menyerang daun kelapa yang masih muda yang masih menggulung. Gejala yang mudah dikenal jika kelapa sebelumnya terserang wangwung adalah adanya bekas potongan daun dan bentuk daun yang sudah terbuka membentuk seperti huruf V.

“Hampir sepanjang jalan di Kecamatan Tayu di Desa Sambiroto, Tunggulsari, Bondol, Dororejo ditemukan gejala serangan dari kumbang wangwung ini,” kata Najibuddin.

Ia turut mencoba mencari informasi apakah sudah pernah dilakukan pengendalian terhadap wangwung.

Menurut Najibuddin, dulu pernah diberikan sosialisasi tentang pemanfaatan feromon, akan tetapi keberlanjutannya tidak lama. Dengan kegigihannya, Nadjib mencoba mencari tahu dan berkonsultasi dengan beberapa koleganya akhirnya mendapatkan info tentang pembelian feromon yang efektif untuk menangkap hama ini.

Nadzirum melihat hasil pengendalian wangwung di lapangan. Pemanfaatan feromon yang dibeli tidak hanya efektif untuk menangkap hama wangwung, tetapi juga dapat menangkap hama tembirang. Hama tembirang dimaksud adalah hama kumbang moncong dari famili Curculionidae.

Ada dua spesies tembirang yang tertangkap pada perangkap berferomon yaitu Rhyncophorus sp. dan Rhabdocelus sp.

Baca juga: IPB diharapkan ciptakan inovasi tanaman kelapa

Baca juga: Dosen UMP gunakan teknologi kultur jaringan kembangkan kelapa kopyor

Baca juga: Pakar IPB University: Tidak benar minyak kelapa mengandung racun

Baca juga: Anggota DPR minta kelapa kopyor dipatenkan

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021