Palangkaraya (ANTARA News) - Ketua DPRD Kota Palangkaraya (Kalimantan Tengah), Sigit K. Yunianto, mengatakan sengketa tanah ulayat Hindu Kaharingan yang terletak di antara jalan Jawa dan Halmahera Palangkaraya akhirnya menemui titik terang.

"Berdasarkan hasil temuan fakta lapangan yang telah didapat tim TPF, tanah tersebut yang selama ini disengkatakan resmi berpindah tangan," katanya di Palangkaraya Senin.

Semua itu, setelah TPF yang dibentuk DPRD Kota Palangka Raya beranggotakan 10 orang merampungkan tugasnya, ujarnya lagi.

Dijelaskannya, perpindahan tangan tanah dari Majelis kelompok Adat Hindu Kaharingan tahun 1997 kepada H Ardiansyah ditandai dengan bukti sertifikat hak milik nomor 7397 dan 619 atas nama Haji Ardiansyah.

Hal itu juga dikuatkan dengan bukti putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya, Pengadilan Tinggi Banjarmasin serta alim ulama Hindu Kaharingan tahun 1973.

Ia mengungkapkan, berhubung sekelompok pedagang dan masyarakat sekitar komplek kuburan Hindu Kaharingan/sandung tersebut keberatan dengan penjualan tanah secara sepihak oleh pengelola.

Hingga akhirnya perkara tersebut digulirkan ke pengadilan sampai tingkat banding dan hasilnya tetap dimenangkan oleh Haji Ardiasyah atau Haji Anang Kato.

Dituturkanya, sebagai wakil rakyat, DPRD tetap mengakomodir pengaduan masyarakat seperti pedagang yang ada dilokasi tersebut yang merasa takut kehilangan tempat mereka mencari nafkah selama ini.

Untuk itu kami merekomendasikan agar perkara ini diselesaikan secara musyawarah mufakat antara pihak yang bersengketa, jika tidak menemukan titik terang disarankan untuk menempuh jalur hukum, tegas Sigit.

Ia menambahkan, tidak ada pihak yang dirugikan dengan adanya perkara ini, apalagi pihak resmi pemilik tanah yang baru, diminta untuk segera mencari tempat baru.

"Karena tempat tersebut termasuk bangunan yang ada disekitarnya, akan direnovasi ulang oleh pemilik,"ucapnya.

"Kami berharap ada solusi terbaik, terlebih lagi jika ada pemikiran hak kepemilikan dihibahkan ke Pemkot, akan menjadi lebih baik lagi," ungkapnya.

Ia menimpali, "Tapi, sekali lagi kita tak bisa memaksa karena itu merupakan hak seseorang yang harus dihormati."
(ANT

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010