Bentuk aksi yang digelar sambil diterangi cahaya puluhan lilin di depan kantor Balai Kota Cirebon tersebut berupa orasi penyampaian kekecewaan dan mengutuk terhadap kekerasan terhadap Ridwan dan meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut dan menangkap pelakunya.
Aksi tersebut juga diwarnai pelepasan atribut dan alat kerja peliputan.
Masyuri Wahid, kameramen TV Indosiar dalam orasinya menyatakan mengecam keras tindakan anarkis yang dilakukan salah satu kelompok yang bertikai terhadap wartawan Ridwan Salamun hingga menyebabkan kematiannya.
"Kami mengutuk kekerasan yang dilakukan salah satu kelompok yang bertikai terhadap rekan kami Ridwan Salamun yang sedang bertugas meliput untuk mencari dan menyiarkan berita secara berimbang," katanya.
Ditegaskan Masyuri kekerasan terhadap wartawan seperti yang dialami Ridwan sudah beberapa kali terjadi namun berharap kejadian ini adalah yang terakhir.
Menurutnya profesi wartawan telah diatur dan dilindungi oleh hukum sehingga tidak dibenarkan jika persoalan yang berkaitan dengan profesi wartawan diselesaikan dengan kekerasan.
"Kami mengharapkan ada kesadaran masyarakat untuk memahami profesi dan fungsi wartawan dalam menjalankan tugasnya sehingga hal seperti yang dialami Ridwan Salamun tidak terulang lagi," kata Masyuri.
Sementara itu Ghiok Riswoto dari Harian Kabar Cirebon, meminta pihak kepolisian agar bertindak tegas mengusut tuntas kasus tewasnya Ridwan Salamun serta menangkap pelakunya.
Aksi kemudian dilanjutkan dengan aksi teatrikal yang menceritakan tentang kronologis tewasnya Ridwan Salamun yang menjadi sasaran kemarahan warga yang bertikai saat melakukan peliputan.
Kemudian aksi solidaritas yang digelar secara spontanitas tersebut ditutup dengan pembacaan Surat Al-Fatihah untuk Ridwan Salamun dan berdoa semoga arwahnya diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa serta kejadian kekerasan terhadap wartawan tidak terulang lagi.
Ridwan Salamun kameramen Sun TV menjadi korban kekerasan saat melakukan peliputan pertikaian antarwarga Desa Bandaeli dan Tigitan, Tual, Maluku Tengggara pada hari Sabtu (21/8) pagi hingga tewas. (ANT-059/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010