Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan, Indonesia sap menghadapi Malaysia di meja perundingan untuk menyelesaikan masalah perbatasan yang belum selesai, baik perbatasan darat maupun laut.
"Kami sudah siapkan data, fakta dan ketentuan hukum yang mendasari batas wilayah RI yang berbatasan dengan Malaysia baik darat maupun laut. Kita sudah siapkan semua, dikoordinasikan dengan Kementerian Luar Negeri untuk dibawa ke meja perundingan," katanya, kepada ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Ditemui usai memimpin wisuda perdana Universitas Pertahanan Indonesia, Purnomo menegaskan, Indonesia ingin persoalan perbatasan baik di darat dan laut diselesaikan secara progesif.
"Setelah disepakati dan diratifikasi, kedua negara harus mematuhinya. Tetapi ini kan masalah negosiasi, masing-masing pihak memiliki argumen apalagi ini meyangkut penentuan batas dua negara, menyangkut ZEE, landas kontinen, jadi ada tarik ulur ," katanya.
Meski begitu, lanjut Menhan, Indonesia siap menghadapi Malaysia di meja perundingan.
Indonesia hingga kini baru menyelesaikan 15 status batas maritimnya sejak 1969 dengan beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Australia.
Kementerian Luar Negeri mencatat selain keempat negara tersebut, Indonesia juga telah menyelesaikan status batas maritimnya dengan Papua Nugini, Vietnam, dan India.
Khusus dengan Malaysia pada 1969, RI telah meratifikasi perjanjian Garis Batas Landas Kontinen antara kedua negara. Tak hanya itu, pada 1970 kedua negara juga telah meratifikasi garis batas laut wilayah RI dan Malaysia.
Sementara itu, berdasar catatan Kementerian Dalam Negeri ada 10 masalah perbatasan darat RI-Malaysia yang belum selesai seperti perlunya pengukuran ulang di perbatasan Tanjung Datu karena hasil pengukuran bersama tidak sesuai.
Permasalahan kedua, di perbatasan Gunung Raya, garis batas Gunung Raya I dan II, hasil "joint survey" tidak dapat disepakati oleh kedua belah pihak.
Ketiga, G Jagoi/S Buan kenyataan di lapangan tidak sesuai dengan Konvensi 1928, permasalahan keempat di perbatasan Batu Aum penerapan arah dan jarak tidak diterima kedua belah pihak.
Masalah kelima adalah Titik D 400, hasil survei RI-Malaysia tahun 1987/1988 tidak menemukan watershed. Keenam, di Pulau Sebatik, kedua tim survei menemukan tugu di sebelah barat P.Sebatik berada pada bagian Selatan posisi yang seharusnya 4 derajat, 20", sehingga RI dirugikan.
Permasalahan ketujuh, di perbatasan S Sinapad yakni, Muara S Sinapad berada di Utara dari Lintang 4 derajat 20" Lintang Utara, tidak sesuai dengan Konvensi 1891 dan 1915.
Kedelapan, permasalahan di perbatasan S.Semantipal, oleh pihak Malaysia disampaikan keluhan ltentang etak Muara S.Simantipal (minta pengukuran ulang). Permasalahan kesembilan, Titik C 500 - C 600, pihak Malaysia mengeluhkan watershed dipotong sungai.
Permasalahan ke-10 adalah B 2700 - B 3100 hasil ukuran bersama menunjukkan penyimpangan sehingga Malaysia dirugikan.
Menyusul insiden penangkapan tiga petugas Kementerian Kelautan dan Perikanan oleh aparat Malaysia di wilayah perairan Indonesia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan agar perundingan persoalan perbatasan dengan Malaysia dipercepat. (*)
(T.R018/R009)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010