"Seperti mencubit, memukul, menampar, push-up atau berlari karena sudah ada aturan yang memuat pelanggaran pidana," kata Senen Maryono di Sintang, Jumat.
Aturan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. "Makanya harapan kami semua guru di Sintang bisa memperhatikan hal ini," kata dia.
Menurut dia, hukuman fisik hanya akan membuat seorang guru secara tidak langsung mengajarkan kekerasan pada murid. "Tentunya juga akan menciptakan lingkaran kekerasan baru," kata dia.
Sehingga tidak mengherankan kalau orang tua murid mengadukan hal itu ke polisi.
"Hukuman yang dianjurkan dan tidak melanggar UU Perlindungan Anak ialah dengan cara yang halus namun mampu menyentuh perasaan anak didik sehingga murid tidak akan mengulangi kesalahannya," katanya.
Ia mengatakan menghukum murid karena melakukan kesalahan adalah hal yang lumrah. "Namun tetap harus diperhatikan bahwa hukuman itu harus mendidik," ujarnya.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2009 menerangkan berkembang atau tidaknya sekolah tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau sekolah yang bersangkutan, tetapi ada peran murid, orangtua, komite sekolah dan pihak lain yang peduli.
"Makanya fungsi pengawasan dari masyarakat juga diperlukan untuk kemajuan sekolah," kata dia.
Ia menyatakan bahwa pembangunan dunia pendidikan akan terus jadi perhatian Pemkab Sintang dan merupakan salah satu program prioritas.
"Dinas Pendidikan akan terus bekerja keras memajukan pendidikan dengan berbagi tugas dan tanggung jawab serta peran masing-masing tingkatan lembaga pendidikan sangat besar untuk memajukan dunia pendidikan di Sintang," kata dia. (ANT172/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010