Tanpa riset dan 'product development' yang berbasis teknologi, tentu swasta sulit bersaing secara global

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mendorong swasta agar lebih meningkatkan perannya dalam riset dan inovasi supaya bisa berkontribusi lebih tinggi.

"Tanpa riset dan 'product development' (pengembangan produk) yang berbasis teknologi, tentu swasta sulit bersaing secara global," kata Handoko dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Handoko menuturkan kontribusi swasta terkait anggaran riset saat ini masih rendah. Menurut dia, itu bukan sepenuhnya salah swasta karena sektor riset merupakan sektor yang membutuhkan biaya tinggi (high cost) dan memiliki risiko tinggi (high risk) sementara hasilnya belum tentu, bisa gagal atau berhasil.

Baca juga: BRIN miliki tiga target ciptakan fondasi ekonomi berbasis riset kuat

Kepala BRIN menuturkan salah satu tantangan utama riset yang dihadapi Indonesia saat ini yakni terkait anggaran riset dan inovasi dalam negeri yang didominasi oleh pemerintah melalui anggaran dengan persentase 80 persen.

"Tantangan utama saat ini adalah riset yang didominasi pemerintah, yakni 80 persen. Padahal alokasi anggaran riset Indonesia itu sendiri masih sangat kecil, untuk itu perlu dimanfaatkan lebih lanjut, dengan meningkatkan kolaborasi dengan mitra potensial," ujar Handoko.

Tantangan utama lain adalah masalah fundamental riset Indonesia di mana "critical mass" masih rendah, terkait dengan sumber daya manusia, infrastruktur, dan anggaran.

Baca juga: BRIN perkuat SDM unggul tingkatkan ekosistem riset dan inovasi

"Maksudnya 'critical mass' itu kalau ditotal banyak, tapi negara kita besar, tersebar di mana-mana, akhirnya kapasitas dan kompetensi untuk berkompetisi dari setiap grup itu jadi turun jauh," tuturnya.

Oleh karena itu, BRIN akan segera melakukan konsolidasi sumber daya riset dan inovasi Indonesia, baik sumber daya manusia, infrakstruktur, maupun anggaran.

"Sumber daya periset dan infrastruktur telah kita miliki, sehingga swasta bisa memulai 'product development' berbasis riset dengan menggunakan sumber daya periset dan infrastruktur yang sudah tersedia. Dengan cara itu kami yakin swasta akan tergerak beramai-ramai untuk mengembangkan produk berbasis riset karena praktis, istilahnya tinggal bawa bahan, sehingga risikonya minimal," ujarnya.

Baca juga: BRIN fokus pengembangan vaksin dan alat deteksi COVID-19

Di sisi lain, Handoko menuturkan Indonesia belum manfaatkan keanekaragaman hayatinya secara luas dan optimal. Dia menginginkan pengungkapan lebih banyak atau eksplorasi lebih lanjut terhadap kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia.

"Secara alam Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman hayati, itu adalah anugerah yang kita miliki saat ini. Dalam konteks riset dan ekonomi, itu semua adalah modal besar. Ini adalah 'local competitiveness' yang tidak dimiliki bangsa lain di dunia. Masalahnya hal ini tidak tereksplorasi selama ini, sehingga nilai tambah rendah karena tidak tersentuh dengan riset. Upaya kita adalah percepatan, ekplorasi dan peningkatan nilai tambah dari biodiversitas kita ini," tutur Handoko.

Baca juga: BRIN lakukan proses konsolidasi dalam beberapa bulan ke depan

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021