Kamis malam (19/8) bertepatan dengan 9 Ramadhan 1431 Hijriyah, serangan jantung telah membuat atma Kang Ibing terpisah dari raganya.
Tokoh seni kelahiran Kabupaten Sumedang 20 Juni 1946 yang beberapa tahun terakhir ini kerap berdakwah terjatuh setelah bergegas turun dari mobil dan ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil di rumahnya di Bandung, sekembalinya dari rumahnya di Sumedang.
Serangan jantung yang ditandai sesak dada, pusing, dan terjatuh, membuat pemeran tokoh Kabayan ini tak sadarkan diri hingga dinyatakan wafat di Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Al-Islam Bandung sekitar pukul 20.30 WIB.
"Bapak baru pulang dari Sumedang. Sehabis memarkirkan mobilnya di garasi ia kemudian buang air. Namun setelah itu mengeluh, sesak dan pusing bahkan sampai muntah. Persis di depan kandang domba, ia jatuh dan pingsan," kata Mega Kusmananda, putra keduanya.
Gangguan jantung memang telah diderita oleh Kang Ibing sejak 15 tahun lalu.
Namun, tutur Mega, ayahnya tidak pernah mengeluh bahkan ayahnya merasa sehat-sehat saja.
"Ngapain, penyakit kok dipikirin," ucap Mega menirukan mendiang ayahnya.
Ketika menyelenggarakan resepsi pernikahan anak sulungnya, Dikdik Kusmandika pada 7 Agustus, Kang Ibing sempat merasa dadanya sesak, namun itu pun tak mempengaruhi aktivitasnya sehari-hari hingga ajak menjemput. "Innalillahi wa inna illahi ro`jiun".
Kabar kepergian Kang Ibing spontan menjadi pusat perhatian termasuk Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan yang sedang melaksanakan umrah.
"Kang Ibing merupakan sosok seniman serba bisa dan konsisten. Jabar kehilangan atas kepergiannya," kata Gubernur Heryawan melalui sambungan telepon dari Jeddah Arab Saudi.
Begitu pula dari sahabat dan rekan mainnya di grup lawak D`Kabayan, Aom Kusman, yang terhenyak mendengar kabar bahwa sahabat lamanya itu telah pergi meninggalkan alam fana ini.
Mereka menyatakan duka cita yang aman mendalam termasuk banyak pelayat yang berdatangan ke rumah duka di Kompleks Marga Wangi, kawasan Buahbatu, Bandung.
Bagi Gubernur, figur Kang Ibing telah mampu menampilkan seni budaya Sunda lebih maju dan dikenal luas.
"Cara Kang Ibing menyajikan seni dan budaya Sunda menjadikan kesenian Sunda lebih terkenal dan dikenal luas, tidak hanya di lingkup Jabar, tapi juga secara nasional dan mancanegara," katanya.
Kang Ibing menurut Heryawan dikenal dengan gaya bodor alias jenaka khas Sunda bahkan dengan gayanya itu, Kang Ibing berhasil menyampaikan pesan moral dan pembangunan kepada masyarakat.
"Hal itu pula kesan yang membekas pada diri saya, kontribusinya cukup besar dalam mengisi pembangunan di Jawa Barat. Siapapun pasti akan kehilangan atas kepergiannya," kata Gubernur menambahkan.
Kepergian pelawak Kang Ibing tak terlalu lama berselang dengan kepergian rekan seprofesinya Yan Asmi alias Uyan dan Abah Us Us yang lebih dahulu menghadap Sang Pencipta.
Kang Ibing meninggalkan seorang istri Nieke Wahyuni dan tiga putra-putri Dikdik Kusmandika, Mega Kusmananda, dan Diane Fatmawati.
Dalam perjalanan karirnya, Kang Ibing identik dengan tokoh legendaris cerita rakyat tanah Sunda, Kabayan.
Selain dikenal sebagai pelawak, alumnus Jurusan Sastra Rusia Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran ini juga dikenal lewat debut film yang dibintanginya, "Si Kabayan" pada tahun 1975 setelah beberapa tampil di panggung lawak termasuk mengisi acara di televisi.
Kemudian ia membintangi sejumlah film lain seperti "Ateng The Godfather", "Bang Kojak", "Si Kabayan dan Gadis Kota", "Boss Carmad"
"Komar Si Glen Kemon Mudik", "Warisan Terlarang", dan "Di Sana Senang Di Sini Senang".
Seniman Didi Petet juga sempat memerankan tokoh Kabayan dalam sejumlah film yang dibintanginya sehingga Didi juga dikenal sebagai penerus peran yang dimainkan Kang Ibing.
Mundur dari dunia hiburan, Kang Ibing sejak beberapa tahun terakhir ini dikenal sebagai da`i atau juru dakwah.
Para penggemarnya senantiasa setia mengikuti kegiatan dakwah bahkan salah satu ceramah Kang Ibing ditampilkan dalam jejaring sosial Facebook dan Youtube.
Ia menampilkan dakwah dengan gaya jenaka yang mengundang tawa namun tak menghilangkan esensi ajaran agama yang disampaikannya.
Yang menjadi ciri khas dari dakwah Kang Ibing adalah selalu mengajak umat untuk senantiasa bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.
"Selalu bersyukur dan menggunakan kenikmatan untuk beribadah ke Allah," kata Kang Ibing dalam berbagai kesempatan dakwahnya.
Hal itu menunjukkan bahwa Kang Ibing selalu mengajak pada hidup yang selalu berpikiran positif dan tidak berkeluh kesah meskipun dalam hidup pasti ada cobaan.
Kang Ibing semasa hidupnya juga bercita-cita mendirikan sebuah pondok pesantren di kampung halamannya di Cimalaka, Sumedang.
Namun pondok pesantren itu belum sempat didirikan hingga ia menyatu dengan bumi di pemakaman Gunung Puyuh, Sumedang, pada Jumat 2O Agustus 2010.
Selamat jalan Kang Ibing. (*)
B009/s018
Oleh Budi Setiawanto
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010