Proses pelemahannya benar-benar terjadi

Makassar (ANTARA) - Sejumlah lembaga masyarakat sipil tergabung dalam gerakan Fraksi Rakyat Makassar mengelar aksi dengan meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan menyikapi dugaan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyusul beberapa persoalan, termasuk 75 penyidik yang dibebastugaskan.

"Saya kira, sejauh ini KPK sudah dilemahkan, dari berbagai upaya pelemahan. Di periode kedua Presiden Jokowi ini, proses pelemahannya benar-benar terjadi," ujar Korlap aksi Adi Nugroho di bawah jembatan layang Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat.

Selain itu, katanya pula, revisi Undang-undang KPK dinilai mengamputasi kelemahan komisi antirasuah itu. Masalah terbaru adalah penonaktifan 75 penyidik KPK melalui sebuah atensi yang dinilai tidak masuk akal dengan memanfaatkan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Bahkan, pihaknya menilai, saat ini agenda pemberantasan korupsi berjalan mundur, dalam kontes KPK sudah dilemahkan. Sejumlah orang-orang baik dan penuh dedikasi serta prestasi itu kemudian dikeluarkan dari lembaga tersebut, katanya lagi.

"Tidak sedikit penyidik senior yang kita tahu track recordnya baik, bahkan telah menangani kasus besar, tetapi justru disingkirkan melalui TWK itu kami anggap tidak perlu," kata Badan Pekerja Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar ini

Selain mendorong dikembalikan 75 penyidik KPK bertugas setelah dinonaktifkan, pihaknya berharap Presiden Jokowi sebagai pemimpin di Indonesia bisa kembali menguatkan KPK, salah satunya meninjau kembali keputusan Ketua KPK Firli Bahuri tersebut.

Hal itu, kata pula, demi untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat akan penindakan, pencegahan korupsi di Indonesia yang sudah mulai dipertanyakan independensinya di mata publik.

"Secara umum kita mau presiden menguatkan KPK, karena sangat didukung oleh publik, bukan hanya di Makassar, ada banyak sekali masyarakat sipil, organisasi, dan mahasiswa bergerak. Kita tahu bahwa musuh terbesar dari bangsa ini adalah korupsi," ujarnya pula.

Baca juga: Busyro Muqqodas : Revisi UU KPK upaya melumpuhkan lembaga antirasuah

Seorang peserta aksi berusaha diamankan aparat saat terjadi salah paham yang berujung kericuhan pada unjukrasa pelemahan KPK di bawah jembatan layang, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (21/5/2021). ANTARA/Darwin Fatir.

Selain aksi pelemahan KPK, tuntutan lain disuarakan dalam aksi ini, seperti cabut Omnibus Law, tuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu, hentikan kriminalisasi aktivis HAM, sahkan Rancangan Undang-undang PKS, PRT, dan masyarakat adat. Wujudkan Indonesia Inklusi dan reforma agraria dan hentikan pelanggan HAM di Papua.

Aksi tersebut sempat ricuh lalu terhenti, karena terjadi kesalahpahaman antara peserta aksi dengan ormas lain yang ada di tempat itu. Kericuhan disebabkan adanya pernyataan peserta aksi saat orasi menyebut referendum Papua, hingga menyulut emosi Pimpinan Ormas Brigade Muslim Indonesia (BMI) naik ke mobil komando untuk menghentikan orasinya.

Dia tidak terima orasi tersebut, karena dianggap memprovokasi lalu menegaskan NKRI adalah harga mati. Kericuhan tersebut berlangsung cepat, namun aparat kepolisian yang berjaga-jagalangsung mengamankan seorang orator di pos polisi, agar suasana kembali kondusif.

"Saya sudah ingatkan, jangan bawa-bawa Papua, NKRI itu harga mati, tidak ada satu pun boleh merusak keutuhan Negara Republik Indonesia," ujar Zul, salah satu pimpinan Ormas BMI Sulsel ini pula.
Baca juga: Pemohon uji materi revisi UU KPK keliru cantumkan nomor

Pewarta: M Darwin Fatir
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021