Dekan Fakultas Keperawatan Unhas Dr Ariyanti Saleh, mengatakan perawat sebagai garda terdepan berada pada kondisi yang sangat rentan terinfeksi dan mengalami masalah mental.
Perawat rentan untuk mengalami depresi, kecemasan dan stres yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perawat di area yang lain.
Hal ini disebabkan karena mereka memiliki risiko tinggi berpotensi terinfeksi virus, disertai perlindungan yang tidak memadai, jam kerja yang panjang, kelelahan fisik dan mental, diskriminasi, isolasi, perawatan pasien yang kompleks, dan kurangnya kontak dengan keluarga semakin menambah kerentanan penyebab stres bagi perawat.
Baca juga: Kesedihan 'termantap' perawat saat kumandang takbir
Baca juga: Polres Kapuas tangkap oknum perawat pembuat surat palsu bebas COVID-19
Adanya masalah emosional ini berdampak kinerja perawat.
"Situasi emosional berpengaruh terhadap kualitas pelayanan, produktifitas kerja, kualitas hidup perawat dan tingginya burn out syndrome, sehingga dibutuhkan kemampuan adaptasi psikososial perawat dalam menghadapi pandemi COVID-19," kata Ariyanti.
Direktur UPT RSUD Sayang Rakyat Dr Khaeria Bohari mengapresiasi kegiatan ini sebagai salah satu bentuk pengembangan soft skill bagi perawat.
Di sisi lain, beberapa perawat yang menjadi peserta pelatihan juga menyampaikan bahwa kegiatan ini sangat luar biasa untuk membangkitkan semangat dan menginspirasi mereka.
Pelatihan selama dua hari ini diikuti sebanyak 50 orang perawat COVID-19 UPT RSUD Sayang Rakyat.
Materi yang disajikan bertema "Urgensi sehat mental bagi perawat, terapi kognitif: berpikir positif, terapi spiritual emotional freedom technique (SEFT), dan teknik relaksasi dari dosen keperawatan jiwa dan dosen keperawatan medical bedah Universitas Hasanuddin (Unhas)".*
Baca juga: PPNI: Lima perawat Jakarta Utara gugur akibat COVID-19
Baca juga: Telkomsel & persatuan perawat buka konseling edukasi seputar COVID-19
Pewarta: Abdul Kadir
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021