Edukasi Keluarga

Pentingnya untuk tetap sehat mendorong sejumlah pihak termasuk penggerak pendidikan terlibat langsung dalam mengedukasi kebiasaan hidup sehat.

Sebanyak 6.000 guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) misalnya telah menyatakan siap terjun menjadi laskar untuk mengedukasi keluarga dalam upaya menciptakan Jakarta sehat, sejahtera, dan Bahagia.

Prof. Dr. Ir. Netty Herawati M.Si, Ketua Umum PP HIMPAUDI mengatakan banyak potensi besar yang bisa dilakukan oleh guru-guru PAUD untuk mewujudkan Jakarta, Cerdas, Sehat, dan Bahagia. “Guru PAUD ini mendidik anak-anak generasi bangsa, mereka juga bisa menjadi pionir perubahan bangsa,” ujar Prof. Netty Herawati.

Ia menyampaikan saat ini literasi gizi tidak diberikan secara optimal oleh para guru dan kalah saing dengan iklan-iklan produk makanan dan minuman di media TV. Akibatnya anak-anak mengalami berbagai gangguan gizi dan kesehatan, karena keluarga tidak terbiasa menerapkan kemampuan bagaimana memilih makanan, mengetahui harus, dan tidak boleh diminum, serta bagaimana menjaga kesehatan tubuhnya.

“Banyak sekali yang mengira telah mengkonsumsi makanan sehat, padahal tidak sehat. Misalnya, banyak orang merasa susu kental manis itu juga susu, sama seperti susu yang lain. Padahal tidak,” ujar Prof Netty.

Pandemi merupakan tantangan lain di samping momentum libur lebaran yang membuat keadaan menjadi kian sulit dalam upaya mengajak masyarakat menjaga pola makan dan pola hidup yang lebih sehat terlebih untuk anak-anak.

Ir. Suharti, M.A, Ph.D, Plt. Asisten Kesejahteraan Rakyat Sekda Provinsi DKI Jakarta mengatakan, bahwa literasi gizi sangat penting. “Tidak hanya guru saja yang memberikan literasi kepada anak didiknya, tetapi juga kepada para orang tua juga perlu. Karena faktanya memang orang tuanya lah yang menyiapkan konsumsi anak-anak nya. Gizi menempatkan pada tumbuh kembang anak yang luar biasa. Kalau konsumsi gizinya tidak baik maka pertumbuhan anak terhambat,“ kata Ir. Suharti.

Sementara Dr. dr. Nur Aisiyah Widjaja SpA (k) dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik, mengatakan tumbuh kembang anak sejak lahir sampai usia 2 tahun sangat pesat.

Di usia itu, anak memerlukan pemberian makanan yang mengandung zat gizi mikro (protein, lemak, karbohidrat) dan makro (vitamin dan mineral) untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Kalau orang tua memberikan nutrisi yang salah maka itu akan berdampak pada gangguan pertumbuhan.

Sebagaimana Ketua Harian YAICI Arif Hidayat menambahkan bahwa pengenalan literasi gizi yang masih rendah di kalangan masyarakat selama ini, telah menyebabkan hampir 100 tahun Indonesia direcoki oleh informasi yang keliru atau iklan yang salah terutama mengenai asupan gizi seperti susu kental manis.

Karenanya, dia berharap orang tua nantinya dapat memberikan asupan gizi kepada balita atau anak-anak mereka, yang sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh pemerintah ataupun peraturan yang ada di Indonesia. Jadi, harus sesuai dengan kebutuhan gizi anak-anak, tidak boleh banyak gula.

Sama halnya dengan ancaman pada kue-kue yang menjadikan kental manis sebagai penambah rasa di dalamnya. Masyarakat harus mulai meningkatkan kesadaran akan itu.

Sebab momentum lebaran mestinya tidak menjadi berarti seseorang abai terhadap masalah kesehatan diri dan keluarga termasuk anak-anaknya.

Kesehatan adalah faktor terpenting yang membuat segala sesuatu menjadi indah selain bahwa kesehatan yang terdukung dari badan berimunitas tinggi menjadi perisai terbaik untuk melawan pandemi COVID-19.

Baca juga: Jaga pola hidup sehat tak sekadar soal asupan makanan

Baca juga: Waspada untung rugi diet kekinian

Baca juga: Ketika negara mendorong masyarakatnya menua dengan sehat

 

Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021